Minggu, 28 September 2014

Saat Diskusi; Sesungguhnya Kita Sedang Mendaki Alam Makna

Senja baru saj berlalu dimana petang langsung datang menyergap dengan gelapnya sesaat Matahari menghilang di ufuk barat. Suara adzan yang menggema memecah bak cahaya jngga di ufuk barat sesaat yang lalu. kubersihkan tubuhku yang tampak lelah dan memang terasa pekat dengan cucuran keringat yang membasahinya siang tadi. Terasa segar kembali dari susunan unsur oksigen (O) dan Hidrogen (H) itu.  Penat seakan menghilang tersapu bersama rintik air yang jatuh membasahi sekujur tubuhku itu. Ku keringkan badan dengan kain yang pernah bergantung di toko itu. Ku kenakan pakaian berniat untuk melaksanakan kewajiban (harusnya menjadi suatu kebutuhan) lalu ku berjalan menuju keran air yang ada di bawah sebuah pohon mangga di depan rumah.
Langit memang sudah gelap, cahaya jingga yang memerah sudah hilang. Ku basuh bagian wudhu yang kembali ku pelajari sesuai apa yang dilafazkan di Al Quran (Surat Al Maidah), tak begitu rumit, tak seperti apa yang pernah dan menjadi kebiasaanku dulu untuk melakukannya. Hanya mencuci muka, mencuci tangan, membasuh kepala dan membasuh kaki. Cukup. Dan kembali kuberanjak memasuki kamar, menghadap ke arah barat atau lebih dekat dengan kiblat lalu kukumandangkan adzanku sendiri, untuk diriku sendiri sebelum orang lain yang kembali kumandangkannya untukku. Kulanjutkan dengan ‘iqamat’ dan dengan niat ‘Karena Allah’ akupun memulai tiga rakaat yang (harusnya) menjadi rutinitas umat (yang mengaku) mengikuti agama Nabi Muhammad Saww. (Salawat atasnya).
Tapi bukan itu yang ingin saya sampaikan!!!
Sesaat setelah kucoba menundukkan keangkuhan padaNya, pada Dia yang Kuasa atas segalanya. Aku duduk sembari melamun sejenak. Tiba-tiba sebuah memori menusuk ingatanku dan kembali mengenangnya tentang suatu masa. Suatu masa yang benar-benar aku rindukan saat ini. Masa-masa dimana energiku berapi untuk belajar dan terus membaca, begitu hausnya dengan pengetahuan sampai kadang lupa untuk tahu bagaimana rasanya tidur itu. Rindu suasana hangat forum diskusi dan kajian, rindu beradu argumentasi tentang pendapat tokoh yang di masa lalu sebelum masehi atau masa lalu setelah masehi itu dengan pemikiran dari tokoh-tokoh besar dunia, rindu saling mencemooh referensi, rindu saling ngotot dan tak mau kalah pandangan dunia dan rindu tentang semua suasana forum-forum diskusi yang kini teramat jarang untuk kutemukan lagi.
Mungkin suatu masa itu akan kembali aku temukan, seperti cahaya Mentari yang hilang di ufuk barat dan akan kembali terlihat esok pagi saat rotasi Bumi membawa bagian belahan ini kembali menghadapnya. Merasakan kembali hangatnya dan terang sinarnya.
“Saat diskusi, sesungguhnya kita sedang mendaki Alam makna (ma’rifat)”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.