Sabtu, 21 Oktober 2017

Iklanku

<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<script>
  (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({
    google_ad_client: "ca-pub-8465815180633875",
    enable_page_level_ads: true
  });

</script> 

Perempuanku

Memahami Perempuan

Perempuan adalah bait-bait sajak.
Ia bagaikan karya sastra.

Senyum tak selalu tentang senang hatinya.
Ia mampu menyembunyikan kecamuk di dalam dirinya.

Tangisnya tak selalu tentang kesedihannya.
Ia bisa amat bahagia di balik yang terurai.

Perempuan mampu menyimpan kerinduannya sendiri.
Tapi tak bisa menyembunyikan kecemburuannya.

Perempuan adalah peneduh jiwa tatkala lelah dunia.
Perempuan adalah pelengkap yang menyempurnakan.

Perempuan adalah sajak yang terus menulis bait-bait.
Dan saya, mencintainya.


Kamis, 08 Juni 2017

Ahok, Socrates dari Jakarta

​Ahok, Ia Lelaki yang Tegar
“Akhirnya Ahok divonis bersalah dan hukuman penjara 2 tahun, artinya Ahok terbukti menista agama”, sebuah pesan masuk dari satu akun.

Saya tersenyum.

Divonis bersalah oleh Hakim belum tentu otang tersebut benar-benar melakukan kesalahan. Divonis menista belum tentu ia menista.

Saya teringat kisah Socrates di masa sebelum masehi. Socrates adalah seorang filsuf yang menentang oligarki kekuasaan Yunani, menentang kekuasaan mitos Para Dewa Yunani. Ajaran Socrates telah mengubah banyak anak muda di masa itu untuk tidak percaya pada Pemerintah Yunani. Para Pejabat Yunani merasa terancam dengan kehadiran Socrates yang menentang oligarki politik. Mereka kemudian berkonspirasi menjerat Socrates sebagai penista Dewa dan meracuni pikiran anak muda.

Socrates disidangkan dan dipenjara. Dalam satu kesempatan beberapa muridnya berhasil masuk penjara menemui gurunya. Mereka menawarkan sejumlah uang untuk digunakan menyogok majelis hakim agar Socrates divonis bebas (kala itu penghakiman dilakukan banyak orang dalam sebua ruang sidang, suara terbanyaklah yang menang). Socrates menolak. Dalam vonis yang diterima pada waktu itu mengharuskan Socrates meminum racun, yang berarti hukuman mati.

Apakah dalam kisah ini Socrates bersalah? Socrates menista Dewa? Socrates meracuni pikiran anak muda?

Jawabannya ‘tidak’.

Tapi satu pesan Socrates pada muridnya yang ingin menyogok Hakim patut direnungkan. ‘Lebih baik saya meminum racun daripada harus membela diri dengan cara yang lain’.

Ia menerima keputusan itu dan menjalani vonisnya dengan lapang dada. Socrates hingga hari ini masih dikenang berkat keteguhannya menjalani hidupnya dan moral yang dia pegang teguh.

Nah, bagaimana dengan Ahok?

Ahok jika dipandang dari segi akhlak memang orang yang kasar. Bahkan bisa sangat kasar dengan ucapannya. Itulah karakternya yang mungkin bagi sebagian orang bisa jadi kelemahannya namun bagi yang lain adalah kelebihannya.

Tapi saya kagum dengan Ahok ini.

Kenapa?

Karena dia jujur, dia apa adanya.

Bahasanya meneriaki seorang ibu yang ingin mencairkan KPJ anaknya secara tunai untuk dipakai kebutuhan yang lain memang kasar. Tapi itu tak kalah kasar ketika Ahok dengan nada keras berbicara pada istrinya (selaku ketua PKK)  dalam sebuah sidang di Balaikota di depan banyak orang yang hadir sebagai peserta sidang. Ucapan yang membuat istrinya mrnangis mrninggalkan tempat sidang. Ahok mrmperlakukan idtrinya dama dengan yang lain ketika keliru dalam melayani warga Jakarta.

Ahok apa adanya. Ia tak membedakan siapapun di depannya ketika itu menyangkut pada kebutuhan banyak orang. Dan sikapnya tak berubah, sama saja pada siapapun. Ia bahkan membenarkan hinaan orang yang menjulukinya seperti anjing karena kasar mulutnya. ‘Iya, saya memang Anjing yang menjaga uang tuannya. Akan menggonggong pada mereka yang akan mencuri uang tuannya. Tuan saya adalah Rakyat DKI’, kurang lebih seperti itu yang diucapkannya.

Vonis 2 tahun untuknya bukan berarti dia sepenuhnya salah dan membenarkan tuduhan jika ia benar menista agama islam.

Saya dengan penuh kesadaran sampai hari ini tetap percaya bahwa Ia tak pernah benar-benar menistakan agama islam. Ia menjadi korban dari konspirasi lawan politiknya.

Dan untuk segenap keteguhan yang dijalaninya selama proses persidangan menunjukan bahwa dia seorang Negarawan bagi Indonesia. Ia telah mencontohkan bagaimana ia meminta maaf atas apa yang sebenarnya tak sesuai yang dituduhkan. Ia telah menjalani segenap proses persidangan dengan langkah tegap meskipun hatinya pilu. Ia tak pernah mangkir ataupun mencari alasan untuk tak hadir ketika diminta sebagai saksi di persidangan. Ia menjalaninya dengan sepenuh hatinya yang luka.

Pun dengan banyak orang yang mencintainya, ia tak pernah menyulut emosi untuk membakar dan memprovokasi agar terjadi kerusuhan. Bahkan pada saat vonis dijatuhkan, ia menitip pesan pada pengacara untuk menyampaikan kepada masaa yang hadir agar menerima keputusan hukum dan menghormati proses yang ditetapkan. Ia tetap mencoba tampak tegar meskipun meredam luka hatinya yang perih.

Ahok, beruntunglah Indonesia pernah memilikimu.

Bahwa di tengah mayoritas warga negara itu tak pernah benar-benar menunjukan bagaimana jadi warga negara yang baik dengan patuh pada setiap aturan hukum negara.

Ahok, kau benar-benar pemberani. Kepalamu akan tetap tegap di Negeri ini.
Kelak, akan diceritakan bagaimana kau menunjukkan menjadi warga negara yang benar meskipun kau hanya minoritas di negeri ini.

Satu hal lagi,

Untuk segenap cobaan yang kau hadapi. Jangan berpikir Tuhan telah meninggalkanmu. Sebab kebenaran yang kau penjarkan dalam hatimu adalah sisa cahaya Tuhan yang masih terus kau rawat. Tak banyak orang yang punya kesempatan ini. Berbahagialah dan bersabar!


Penting untuk Orang Tua, Inilah Cara Mendidik Anak Menurut Islam

Imam Ali bin Abi Thalib K.W Merumuskan cara memperlakukan anak:

1. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai Raja.

2. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai Tawanan.

3. Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai Sahabat.

►ANAK SEBAGAI RAJA (Usia 0-7 tahun)

Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan prilakunya, misalnya:
Bila kita langsung menjawab dan menghampirinya saat ia memanggil kita- bahkan ketka kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita – maka ia akan langsung menjawab dan menghampiri kita ketika kita memanggilnya.

Saat kita tanpa bosan mengusap punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat atau membelai pngung kita saat kita kelelahan atau sakit.

Saat kita berusaha keras menahan emosi di saat ia melakukan kesalahan sekecil apapun, lihatlah dikemudian hari ia akan mampu menahan emosinya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya.

Maka ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya.

►ANAK SEBAGAI TAWANAN (usia 8-14 tahun)

Kedudukan seorang tawanan perang dalam islam sangatlah terhormat, Ia mendapatkan haknya secara proporsional, namun juga dikenakan berbagai larangan dan kewajiban. Usia 7-14 tahun adalah usia yang tepat bagi seorang anak bagi seorang anak untuk diberikan hak dan kewajiban tertentu.

Rasulullah SAW mulai memerintahkan seoang anak untuk sholat wajib pada usia 7 tahun, dan memperbolehkan kita memukul anak tersebut (atau mengukum dengan hukuman seperlunya) ketika ia telah berusia 10 tahun namun meninggalkan sholat. Karena itu usia 7-14 tahun adalah saat yang tepat dan pas bagi anak-anak kita untuk diperkenalkan dan diajarkan tentang hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum agama, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang, seperti:

1. Melakukan sholat wajib 5 waktu
2. Memakai pakaian yang bersih, rapih dan menutup aurat
3. Menjaga pergaulan dengan lawan jenis
4. Membiasakan membaca Al-Qur’an
5. Membantu pekerjaan rumah tanngga yang mudah dikerjakan oleh anak susianya
6. Menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari Reward dan punishment (hadiah/penghargaan/ pujian dan hukuman/teguran) akan sangat pas diberlakukan pada usia 7 tahun kedua ini, karena anak sudah bisa memahami arti dari tanggung jawab dan konsekwensi.

Namun demikian, perlakuan pada setiap anak tidak harus sama kerena 'every child is unique' (setiap anak itu unik)

►ANAK SEBAGAI SAHABAT (usia 15-21 tahun)

Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orang tua kita sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Karomallahu Wajhah.
Berbicara dari hati ke hati Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa.

Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah akil baliqh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akanditayangkan da diminta pertanggung jawabannya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Memberi ruang lebih setelah memasuki usia akil baligh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan kita.

'Controlling' tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdo’a untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar, dengan begini kelak anak- anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan dapat diandalkan.

Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik- adiknya, mengerjakan beberapa pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola keuangannya sendiri.
Semoga Allah memberikan kita anak-anak yang shaleh dan berbakti.

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38).

(Sumber: FP Alhabib Quraisy Baharun)


Rabu, 07 Juni 2017

Amien Rais, Dia Juga Manusia Biasa

Amien Rais

Seorang bertanya, "Kak bagaimana pandangannya atas kasus yang menimpa Amien Rais?"

*saya terdiam.

Sebenarnya saya ingin menghindari untuk membahas ini. Tapi sebuah janji padanya dahulu bahwa akan menjawab setiap pertanyaannya maka saya harus memberinya jawaban.

Amien Rais, ketika dulu menjadi Mahasiswa S1 saya mengenalnya sebagai Bapak Reformasi. Ialah yang getol melakukan perlawanan terhadap orde baru. Kisahnya banyak diceritakan oleh senior sebagai patron perjuangan melawan kesewenangan. Pun demikian, tak sedikit yang menilai reformasi yang diusungnya masih setengah hati, jika tak mau mengatakannya gagal.

Ketokohan Amien Rais bagi saya sebenarnya sudah runtuh semenjak pada Pilpres 2014 lalu saat ia turun ke gelanggang politik membawa isu agama. Isu agama yang dibawanya diarahkan ke lawan membabi buta. Pernyataannya yang mendukung satu kubu dibanding kubu lainnya membuat ia menyamakan Pilpres 2014 laksana 'Perang Badar'. Sebuah penganalogian yang ironi, sebab kandidat yang bertarung sama-sama saudara muslimnya. Sementara 'Perang Badar' adalah pertempuran yang dilakoni Rasulullah bersama pengikutnya 313 orang melawan kaum kuffar yang mengancam membunuhnya. Bagaimana mungkin seorang Tokoh Bangsa melakukan hal demikian?

Belakangan, setelah Pilpres berlalu rupanya Amien Rais seakan menyimpan dendam rapat-rapat dalam dadanya. Kekalahan usungannya di Pilpres membuatnya tak selalu bijak memberi pernyataan dan bersikap. Dan puncaknya, ia kembali turun ke gelanggang politik ikut memanaskan situasi tanah air yang dirundung perpecahan saat menjelang Pilkada DKI. Ia kembali memperlihatkan kejatuhannya untuk bersikap bijak sekali lagi. Pak Amien Rais bagi saya sudah terlalu jauh membiarkan dirinya terbenam dalam gelanggang yang semestinya ia tak disana membawa isu agama.

Tapi itu adalah penilaian saya baginya di sisi lain.

Soal isu yang menimpanya belakangan ini kita tak boleh terlalu jauh mengambil kesimpulan. Biarkanlah pengadilan berproses untuk mengungkapkan secara terang benderang atas namanya yang terseret dalam kasus korupsi mantan Menteri Kesehatan itu. Setidaknya ia telah menunjukan sikap ksatria untuk mengakui kebenaran bahwa ada dana yang masuk di rekeningnya pada satu dekade lalu, meskipun membantah jika itu terkait dengan kasus korupsi proyek pengadaan yang menyeret Sang Mantan Menteri.

Hanya saja, satu hal yang perlu diingat untuk kita semua bahwa sebagaimana Amien Rais yang sebelumnya adalah seorang Tokoh bagi Bangsa, lalu berubah mengambil jalan turun ke gelanggan politik memainkan isu yang tak seharusnya dilakukan. Maka 'kemungkinan' uang yang diterimanya terkait kasus korupsi itu bukan sesuatu hal mustahil. Pak Amien pun manusia biasa yang juga tak suci dari dosa dan kekhilafan. Sebagaimana kita yang nyatanya juga tak bersih dari perilaku yang buruk.

Ada baiknya, kita tetap menunggu proses pengadilan untuk menunjukan apa ia terlibat secara sadar ataukah tidak. Dalam artian ia tak tahu menahu bahwa uang yang diberikan temannya terkait kasus korupsi sebagai balas jasa. Mungkin saja. Namun dalam posisi hukum positivisme penerimaan itu pun harus tetap dipertanggung jawabkan sekalipun ia tak benar-benar mengetahuinya. Tapi, semoga dugaan-dugaan yang bergulir tak menyeret namanya lebih jauh lagi.

Terkahir, bahwa meskipun bagi saya ketokohan Amien Rais telah runtuh. Ia tetap berhak membela dirinya di depan Pengadilan. Dan apapun hasil dari pembuktian yang ada, maka harus diterimanya sebagai konsekwensi menerima dana yang sumbernya 'mungkin' ia tak pernah tanyakan. Untuk saat ini, baiknya kita menunggu prosesnya berjalan. Asas praduga tak bersalah lebih baik kita ke tengahkan untuk memandangnya.


Selasa, 06 Juni 2017

Puasa, Ibadah Rahasia yang Tak Perlu Dihormati

Menghormati Ramadhan, Menghormati yang Berpuasa?

Sebagian muslim yang ekstrem-ekstrem itu sering berteriak takbir lalu melakukan sweping warung makan. Katanya ramadhan harus dihormati, orang puasa harus dihormati. Olehnya warung-warung makan harus tutup di siang hari, tidak boleh beroperasi. Maka dengan (perasaan) sebagai wakil Tuhan yang berhak memegang kendali di dunia ini, mereka datang berteriak mengagungkan Tuhan sembari mempertontokan keangkuhannya dengan pongah memaksa warung-warung tutup.

Temanku bilang, mereka sedikit lebay. Terlalu mudah menyebut nama Tuhan di jalan-jalan sambil menakut-nakuti warga lainnya dengan pentungan. Tuhan dicitrakan oleh mereka sebagai wujud yang kasar dan pemaksa serta tampak tak mampu menutup warung itu dengan kuasaNya.

"Mereka gila hormat", kata temanku yang lain.

Saya tersenyum.
Mereka lupa kalau mereka hidup di dunia yang berasal dari berbagai kalangan. Tidak hanya mereka (Muslim ekstrem) yang berpuasa hidup di dunia. Ada banyak manusia lainnya dengan berbagai latar belakang. Ajaran agama lain pun juga berpuasa. Tapi toh mereka juga tak pernah menuntut agar warung tutup saat mereka puasa. Bukan karena mereka minoritas, tapi karena mereka tahu hakikat puasa itu menahan godaan dari banyak hal, termasuk makanan. Justru banyaknya makanan yang berseliweran di sekitar menjadi penguji iman. Bukankah hakikat muslim berpuasa untuk mencapai taqwa? Sementara langkah awal untuk taqwa adalah beriman. Tuhan berkata "belumlah dikatakan seseorang beriman, sebelum (lulus) ujian".

Nah, kalau mereka menganggap warung yang buka siang hari itu bisa merusak puasanya. Barangkali harus dicek, sudahkan mereka beriman dengan benar? Masak iya, hanya karena warung buka puasanya bisa batal. Imanmu lemah dan goyah pastinya jika demikian.

Berpuasa itu ibadahnya rahasia. Kata Tuhan, saking rahasianya maka imbalan bagi yang berpuasa kelak adalah masuk surga dari pintu yang rahasia pula. Kalau puasa dengan cara harus dihormati sehingga tak boleh ada warung buka, itu namanya puasanya anak kecil yang masih umuran di bawah sepuluh tahun. Lihat makanan sedikit langsung ingin berbuka.

Yah...
Saran saja buat mereka.
Kalau puasa mau dihormati, sekalian saja jadi pembina upacara.


Selasa, 11 April 2017

Zakir Naik, Berdakwah Memperdebatkan Perbedaan

Zakir Naik, Berdakwah Memperdebatkan Perbedaan

Seorang bertanya,
"Bagaimana pendapat kakak mengenai Zakir Naik?"

Saya tersenyum.
Zakir Naik belumlah layak disebut Ulama. Sebab ulama itu adalah orang yang tidak hanya berilmu tapi tahu tentang adab dan memahami keteladanan Rasulullah Saww.

Anggapan orang tentang kepiawaiannya berdebat dan memojokkan penganut agama lain bukanlah hal yang patut dibanggakan. Cara dakwah demikian tidak pernah dicontohkan Rasulullah. Mengadakan acara dakwah untuk menantang debat sungguh tak beradab. Islam tak pernah mengajarkan metode dakwah demikian untuk membuktikan bahwa penganut agama lain salah secara terbuka.

Rasulullah Saww adalah orang yang paling paham agama diantara yang lainnya. Jika memang metode dakwah seperti yang dilakukan Zakir Naik hari ini diridhai Rasulullah Saww maka tentu Rasulullah Saww akan melakukannya dengan memasuki setiap wilayah untuk menantang setiap orang dan pemuka agama secara terbuka di masa itu.

Lalu apa yang terjadi? Rasulullah Saww tak pernah mencontohkannya. Apakah karena Rasulullah Saww takut akan kalah debat?

Berdakwalah dengan hikmah dan beradab. Pengikut Rasulullah Saww itu bertambah bukan karena Rasulullah datang memojokkan yang bukan islam dengan menyalahkan keyakinannya. Tapi Rasulullah menunjukkan akhlaknya yang membuat orang-orang mencintai dan meyakini jika ajarannya benar.

Apa yang dilakukan Zakir Naik itu sama saja penganut agama lain yang melecehkan islam seraya menganggap agamanya yang paling benar. Pemahaman mereka adalah hasil dari tafsirannya sendiri dan tidak menerima tafsiran orang lain mengenai ayat-ayat kitab suci mereka. Zakir Naik sama halnya dengan Bikhu di Rohingya yang lewat agama memperlebar perbedaan untuk melegitimasi bahwa penganut agama lain layak menerima perlakuan semena-mena.

Padahal, islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Bukan hanya rahmat bagi pemeluk islam tapi seluruh manusia dan alam semesta. Untuk mendakwahkan ini bukan dengan cara memperlebar perbedaan dan meyakinkan yang lain salah. Lalu senang hati menganggap dakwahnya berhasil karena menarik beberapa penganut agama lain masuk islam sementara ribuan bahkan jutaan lain malah menyimpan dendam karena merasa dilecehkan secara terbuka atas Tuhan yang diyakininya.

(Maaf, islam yang kukenal tidak didakwahkan oleh orang seperti Zakir Naik.)


Menantang (Pengikut) Zakir Naik

Menantang (Pengikut) Zakir Naik

Sesorang meminta saya datang ke Acara Zakir Naik nanti di Makassar.

Tapi, sebagaimana apa yang sudah saya tuliskan bahwa bagi saya Zakir Naik ini bukanlah pendakwah islam sebagaimana yang saya pahami. Jadi saya merasa tidak perlu datang kepadanya. Lagi pula, banyak ulama di negeri ini yang derajat dan nazab keilmuannya jelas, mondok dimana, belajar dimana sampai bagaimana ulama didunia mengakui keilmuannya. Cukup itu saja yang bagi saya untuk diambil, tak perlu datang ke Zakir Naik yang juga punya keterbatasan bahasa. Meskipun alasan utama saya tetap karena dia memperuncing perbedaan.

Meskipun demikian, saya ingin menitip pertanyaan bagi (Pengikut) Zakir Naik. Tolong jawaban pertanyaan ini.

1. Sepengetahuan saya, Zakir Naik punya pandangan serupa kaum wahabi yang menganggap orang tua Nabi Muhammad Saww di Neraka. Untuk memperjelas, maka berikan jawaban bagaimana posisi orang tua Nabi Muhammad Saww?

2. Jika jawabnya 'di Neraka sebagaimana jawaban Wahabiyah dengan alasan ada hadis yang diriwayatkan diucapkan Rasulullah', maka minta alasan kenapa Rasulullah bisa menyatakan orang tuanya di Neraka?

3. Jika jawabannya, karena mereka belum mengucapkan kalimat 'syahadat' karena belum diislamkan Nabi, maka tanyakan 'Lalu bagaimanakah hubungan pernikahan antara kedua orang tua Nabi (Abdullah Sa dan St Aminah Sa) yang menikah sebelum Muhammad Saww menjadi Nabi? Berzina kah mereka karena pernikahannya tidak dilakukan secara islami?
Lalu bagaimana anak yang lahir sebelum masa datangnya islam (diangkatnya Muhammad Saww sebagai Nabi diumur 40an tahun?)

4. Selanjutnya, bagaimana pernikahan yang telah dijalani Nabi dengan St. khadijah Al Qurba Sa yang berlangsung ketika berumur 25 tahun (15 tahun sebelum keNabian), apakah pernikahan itu adalah hubungan zina karena tidak secara islami?

5. Jika semua jawabannya adalah "iya" (kejadian di atas menjadi sesuatu yang tidak diridhai karena tidak dilakukan secara islami) maka bagaimanakah kedudukan Nabi sendiri?
Jika Ayah dan Ibunya di Neraka,artinya hubungan pernikahan itu dilakukan oleh orang kafir (zina) lalu lahirlah Muhammad Saww dari hubungan kaum kafir. Apakah mereka hendak melecehkan Nabi dengan menganggap Nabi terlahir dari orang tua yang di Neraka?

Sampaikan pada (Pengikut) Zakir Naik.

Sementara pandangan saya adalah Keturunan Nabi Ibrahim As yang berlanjut ke Nabi Ismail As sampai pada Klan Quraisy Abdul Manaf hingga Abdullah Sa itu adalah pilihan Allah Swt yang dijaga nazabnya hingga Rasulullah Saww dan Anak Cucu-cucunya sebagaimana do'a Nabi Ibrahim yang dikabulkan. (Q.S Al Baqarah : 124).
Bukan berarti islam baru hadir setelah masa diangkatnya Muhammad Saww sebagai Nabi di usianya yang 40an tahun.

Sabtu, 11 Maret 2017

Agama dan Menepisnya Rasa Cinta Kasih

AGAMA dan Menipisnya Rasa Cinta (Kasih)

Agama seyogianya hadir sebagai bentuk untuk menumbuhkan cinta pada diri manusia. Cinta pada Tuhan (habluminallah) dan cinta pada sesama manusia (habluminannas).

Hanya saja, belakangan semakin banyak orang yang beragama yang malahan kehilangan nilai kemanusiaannya dan justru bertambah nilai ke-Tuhanannya (mereka seakan-akan sudah bukan lagi manusia yang serupa manusia lainnya, tapi seakan telah menjadi Tuhan yang menetapkan kafir dan tempat kembali neraka bagi manusia lainnya).

Padahal agama hadir untuk memanusiakan manusia. Memangkas sikap materialis dan kebinatangan untuk menjadi manusia yang utuh (baik makluk anatomi/biologis, sosial dan intelektual-spiritual). Semua aturan mengajarkan manusia untuk berbudi luhur (berakhlak) untuk bisa menjadi rahmat bagi seluruh manusia lainnya (seluruh alam).

Semua yang menjadi keharusan ataupun anjuran agama adalah ajaran tentang cinta kasih. Semua jelas dari fakta sejarah tentang perjalanan para nabi yang selalu digambarkan sebagai utusan yang mendorong terjadinya kedamaian di.muka bumi untuk mengajak manusia lainnya memiliki cinta (pada Tuhan dan manusia).

Sehingga amat miris jika hari ini kita menyaksikan sekelompok orang beragama yang mengakui keTuhanan memandang manusia lainnya dengan sinis dan sadis. Bahkan sampai kepada memvonis bahwa manusia lainnya sebagai manusia kafir dan layak untuk dibunuh.

Perasaan "benar sendiri" ini menjangkiti diri mereka yang hanya melihat agama sebagai alat untuk mendapatkan surga dan imbalan bidadari yang mampu memuaskan semua hasrat serta libidonya. Mereka seakan berlomba mencap lainnya sebagai kafir untuk membuat dirinya menjadi paling beriman.

Sampai disini, mereka malah semakin kehilangan nilai cinta (kasih). Dan lupa bahwa apapun yang terjadi atas izin Tuhan. Kemanusiaannya semakin tergerus sementara rasa kedekatannya pada Tuhan membuatnya sombong dan memandang manusia lainnya rendah dari dirinya (ini seperti kisah iblis saat memandang rendah Adam As hanya karena merasa ibadahnya paling banyak di hadapan Tuhan).


Aku dan Sederet Aksara

Aku dan Sederet Aksara

Kemanakah puisi pergi?
Deretan aksara yang biasa kurangkai di tepi malam, di sudut pagi yang masih ungu.
Di terik siang yang meninggi saat Matahari menggelantung liar disana.

Ternyata aku hampir melupakan menyusun deret puisiku.
Sebab, kau asbab puisi itu mengalir.
Kau adalah hulu dan puisi menjadi hilir yang menampungnya.
Tempat kata-kataku bermuara.

Namamu ada pada bibirku.
Pikiran tentangmu bersemayam dalam hatiku.
Lalu, dimana lagi aku perlu menulis?


Teman Sebangku

Teman Sebangku

Kau teman sebangku
Teman berbagi kasih
Tempat lelah berpulang

Kau teman sebangku
Teman bersenda gurau
Tempat luka dibasuh

Kau teman sebangku
Teman merawat cinta
Tempat semua keluh dilebur

Kau teman sebangku
Teman hidup melengkapi
Tempat kisah berbagi


Rabu, 08 Maret 2017

Apa Jadinya Dunia Tanpa Per(t)empuan

Apa Jadinya Dunia Tanpa Per(t)empu(r)an?

Ini sebuah pertanyaan yang klasik dan pasti pernah dipikirkan. Andai saja Tuhan menciptakan lelaki saja, tak ada perempuan. Mungkin takkan ada pertempuran.

Banyak yang menduga bahwa kasus pembunuhan pertama yang dilakukan putra Adam terhadap saudaranya sendiri dikarenakan perkara perempuan. Ada kecemburuan Qabil terhadap Habil, katanya. Seperti itu pulalah yang diduga pemicu perang dunia pertama juga karena perempuan. Kenapa perempuan lekat dengan pertempuran?

Ataukah kita bisa mengajukan sebuah pertanyaan keraguan teologis, andai Perempuan tak pernah tercipta mungkin mungkin Adam akan tetap di Surga, Iblis takkan menggodanya. Hawalah yang tergoda lebih dulu, lalu menggoda Adam memakan buah terlarang.

Tapi, andai kata perempuan tak pernah ada. Mungkinkah dunia menjadi indah tanpa adanya perempuan? ataukah tanpanya tetap akan terjadi pertempuran?

Entahlah, siapa yang bisa menduga. Tak pernah ada sebelumnya sebuah daerah yang hanya dihuni lelaki saja. Ya, bagaimana mungkin bisa terjadi jika tak ada perempuan-perempuan yang mengandung untuk berkembang biak. Jadi, apakah benar perempuan-perempuan itu yang mengandung pertempuran lahir ke dunia?

Bayangkan jika tak ada mereka. Mungkin tak akan lahir seorang Qabil yang membunuh saudaranya Habil. Namun apakah Adam akan bahagia? mungkin saja. Bahagia yang tak sempurna.

Katanya, perempuan tercipta dari rusuk lelaki menurut sebuah teologi agama. Dalam Budaya Bugis (entahlah di budaya yang lain), badik (senjata) dipercaya adalah tulang rusuk lelaki. Apakah teologis perempuan dalam agama bisa disamakan dengan filosofis badik dalam budaya bugis, sehingga perempuan memang selalu seraya senjata (pertempuran)?

Hahaha…

Lalu, apa jadinya dunia tanpa perempuan?

Mungkin lelaki akan membelah diri untuk tidak punah.

Perempuan adalah perhiasan dunia. Tanpa perhiasan pasti dunia akan biasa biasa saja. Hidup jadi kurang menyenangkan.

Selamat Hari Perempuan Internasional.

Sayangi perempuanmu, sebagaimana menyayangi rusukmu. Anggap saja ia rusukmu, pelindung hati dan jantungmu untuk tetap hidup.
(Sebuah catatan di 2017, menyambut Hari Perempuan Internasional)


Jumat, 10 Februari 2017

Reinkarnasi Cinta

Saya tak bisa mengendalikan perihal apa yang berlalu diantara waktu. Namun tak pula elok memandang diri layaknya setangkai ranting yang mengalir mengikuti arus tanpa ada daya mengayuh. Mungkin benar, hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus.

Tapi seranting itu tak benar-benar mati. Setidaknya ia masih menyimpan kenangan dari pohon yang ditumpanginya. Mengalirnya bersama arus bukan karena tak membuatnya berdaya, tapi kenangan itu masih menggenang di kanbium mungilnya. Mungkin masih lekat ingatan bagaimana dulu dedaunan bertengger pada dirinya.

Kelak, reranting itu akan menjadi seekor ikan. Ia akan berenang melawan arus menjumpai pohon tempatnya menumpang tangkai. Berenang diantara akar-akar yang menjulang ke bibir sungai yang berlumpur.

Ikan yang berenang di musim semi menyaksikan bebunga mekar merekah mewangi. Bunga adalah ranting dalam bentuk lain. Sebagaimana ikan yang berenang di bibir sungai tempat akar itu menjuntai menyambungkan kembali ingatan tentang ranting yang jatuh.

Seperti kata seekor singa pada kekasihnya, 'aku akan mencintaimu hingga kata cinta tak lagi ada di dunia ini'.


Kamis, 02 Februari 2017

Mendadak Membela NU (Nahdatul Ulama)

Mendadak (Membela Ulama) NU

Sangat lucu melihat postingan beberapa orang yang selama ini membid'ahkan tahlilan, maulidan, haul dan ziarah kubur tiba-tiba muncul dengan wajah sedih dan (katanya) prihatin terhadap Ketua Rais Aam NU, K.H MA. Mereka malah menuliskan bahwa beliau itu sebagai guru, hafizahullah dan berbagai gelar lainnya.

Seakan-akan mereka lupa siapa jati diri mereka itu yang selama ini menganggap amalan orang-orang NU (termasuk kiyai/ulamanya) sebagai suatu tindakan bid'ah dan bisa berpotensi menyesatkan. Bahkan ada yang ekstrim diantaranya menyatakan beberapa amalan itu perbuatan haram.

Saya muak melihat sandiwara mereka itu. Menyanjung kiyai NU dan memprovokasi nahdiyin untuk ikut membela ulamanya. Tapi di lain waktu, mereka gencar pula memprovokasi umat bahwa amalan-amalan NU itu bid'ah dan bisa menyesatkan karenanya harus dimurnikan. Bahkan tak jarang mereka ikut mencela beberapa kiyai NU yang tak sepaham dengan mereka, sampai mencela Ketua PBNU K.H Aqil Siradj.

Amat sangat lucu mereka ini.

Katanya sedih dan menangis menangis melihat ulama NU dihina dan dilecehkan lalu memprovokasi agar umat ikut mereka membela ulama.

Oiya,
Saya mau ingatkan mereka lewat sebuah video.
Sosok yang begitu dihormati di NU, Alm. K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) malah pernah dicela oleh Rizieq Shihab yang juga menyerukan aksi membela Ulama.

Jadi, sekarang mari kita lihat betapa sandiwara mereka begitu hebatnya untuk membela ulama yang sesuai kepentingannya.
Meskipun Ulama itu (secara pasti),amalan yg dipercayainya sebagai bid'ah dan bisa menyesatkan umat, mereka menganggapnya guru lalu menyanjungnya.

Kiranya, pantaslah kita menyebut apa pada kaum ini?
Mereka sibuk memprovokasi membela Ulama, tapi secara diam-diam dalam hatinya meyakini kalau ulama itu punya amalan yang bid'ah dan menyesatkan. Dan mereka diam dengan hinaan pada ulama sekaliber Gusdur yang begitu dihormati di NU.

Tonton "Rizieq Shihab Hina Gusdur: Gusdur Buta Mata, Buta Hati!" di YouTube

https://youtu.be/nCc-vi_me-c

Kamis, 19 Januari 2017

Fenomena Beragama Ala Jonru

Inilah sebuah kenyataan yang terjadi dalam sebuah kegamangan beragama. Mengharap Bidadari yang bisa memuaskan nafsu seksualnya di Surga kelak. Beberapa orang yang memandang hari pembalasan Tuhan sebagai tempat yang bisa melakukan adegan seksual sepuas hati nan abadi.
Fenomena ini bukan hanya muncul belakangan. Inilah sebuah kegamangan dalam beragama sekaligus digunakan sebagai iming-iming oleh kelompok radikalis-anarkis untuk menancapkan pengaruhnya lewat aksi terorisme. Imbalan Bidadari di Surga yang bisa memenuhi hasrat seksualnya dengan predikat abadi lagi halal. Ini yang membuat mereka terangsang ingin cepat-cepat menemui ajalnya dan langsung masuk surga tanpa hisab dikarenakan mati sebagai mujahidin lewat bom yang dilingkar di badannya lalu diledakkan bersama dirinya di keramaian. Alasan inilah yang membuat mereka mati meregang nyawa dengan wajah tersenyum berharap Bidadari pemuas hasrat seksualnya.
Jonru Ginting adalah satu diantara banyaknya manusia yang bergama dengan pola pikir demikian. Manusia seperti inilah yang begitu mudahnya akan melihat orang yang berbeda dengannya sebagai musuh yang harus dipastikan tak masuk surga. Mungkin juga pikiran mereka tentang Bidadari itu yang membuatnya berpikir agar orang lain harus masuk neraka. Semakin sedikit yang masuk Surga maka semakin banyak jatah Bidadari untuknya. Waahhh, tentu saja mereka akan membayangkan berapa kali mereka bisa orgasme dalam sehari.
Ada sebuah pikiran nyeleneh yang tiba-tiba mengusik kepalaku mengingat si Jonru Ginting ini adalah seorang muallaf. Bisa jadi si Jonru Ginting menjadi muallaf hanya karena janji Bidadari di agama ini? Barangkali dalam pikirannya, harapan bisa melakukan kegiatan seksual dengan 72 Bidadari cantik jelita lagi putih bening nan abadi menjadikannya menanggalkan identitas iman sebelumnya.
Lalu saya bayangkan, apakah nyinyir Jonru Ginting selama ini juga adalah upayanya dalam menunjukkan kesungguhan bahwa dirinya layak dapat Bidadari dengan memastikan yang lain itu di jalan salah lagi sesat. Mungkinkah Jonru berhasrat bisa mendapat jatah Bidadari yang lebih banyak sehingga orang lain tak boleh sedikitpun mencium harumnya surga. Mereka harus dinyatakan kafir, sesat dan menyesatkan. Entahlah?
Tapi, tulisan Jonru Ginting ini menegaskan siapa dirinya sebenarnya. Dia serupa dengan kaum mujahidin pengejar 72 Bidadari surga yang bisa memuaskan hasrat seksualnya di akhirat kelak. Saya sudah bisa membayangkan apa yang akan diminta Jonru Ginting kelak apabila dia (benar mendapat kesempatan) berada di surga. “Oh Tuhan, berikan saya viagra yang bisa tahan abadi untuk menikmati apa yang halal nan abadi itu”.

Lalu, Malaikat datang.

“Ini pakai Semen Tonasa…” (*tagline Semen Tonasa: “Kokoh, kuat dan terpercaya)


Rabu, 18 Januari 2017

Belajar dari Anak Penjaja Koran

'Latif' itu yang disebutnya saat saya menanyakan namanya. Dia bersekolah di SMP, kelas tujuh (dua). Sore hari sepulang sekolah dia menjajakan koran di pertigaan lampu lalu lintas hertasning (Depan Gedung DPRD Kota Makassar).

Kenapa saya memosting gambarnya?
Saya kagum pada sosok anak ini. Anak belia usia sekolah yang rela menjajakan koran sepulang sekolah untuk membantu ekonomi keluarganya. Betapa hebatnya dan kuat mental anak ini. Sebuah kegiatan yang tentunya sebagian besar dari kita takkan (mau) sanggup melakukannya.

Saya teringat dengan diriku sendiri yang sampai usia kuliah sebagai mahasiswa masih mengharap dan diberi uang kuliah (sekolah) oleh orang tua. Tapi, anak ini di usianya yang masih belia dia telah mampu membantu ekonomi keluarganya. Dia tak mengeluh atau sekadar menjadi peminta-minta di jalanan dengan berharap belas kasih. Dia bekerja menjajakan koran yang dari keuntungannya dia mendapat upah.

Saya akhirnya sengaja untuk bisa setiap hari lewat di jalan ini hanya untuk bisa menjumpai Latif. Melihat senyum dan semangatnya yang tak pudar meski petang akan datang menyergapnya. Sesekali saya sengaja sisihkan uang untuk bisa membeli koran yang dijajakannya.

Latif, dia adalah guru bagiku. Mungkin bagi kita semua.
Seorang anak yang kuat di masa kecilnya. Semoga dia selalu sehat dan kelak bisa memberikan lebih untuk orangtua dan keluarganya.

"Saya hafalmi plat'ta kak", katanya dengan senang saat sadar kalau saya sengaja untuk bisa selalu menemuinya setiap hari di bawah lampu yang menyala merah.


Sabtu, 07 Januari 2017

Dialog Kebenaran: Refleksi KeberTuhanan

(Catatan 2 tahun lalu)

Materi "Ketuhanan" pada Gear Box (LK1) Himpunan Mahasiswa Mesin FT UNIFA

Untuk kesekian kalinya saya mendapat undangan membawakan materi pada kegiatan latihan kader himpunan atau komunitas mahasiswa.

Entah kenapa akhir-akhir ini saya lebih sering diundang untuk membawakan materi "keTuhanan" di pelatihan kader yang ada. Dan akhir pkan lalu, sabtu (41/01/2015) saya kembali mengisi materi ketuhanan pada kegiatan Gear Box (LK1) Himpunan Mahasiswa Mesin Fakultas Teknik Universitas Fajar.

Seperti biasa, saya masuk sebagai seorang kaum materialistis  yang mengingkari keberadaan Tuhan yang diyakini manusia beragama. Disana saya mengusik kesadaran beragama peserta.

Ketuhanan yang diturunkan pada prinsip-prinsip agama kami dialogkan. Mereka yang merasa diri mereka heroik atas keyakinan beragamanaya mampu saya buat terdiam lewat sejarah yang mereka dapatkan dalam pengetahuan keberagamaanya.

Saya akan menuliskan 2 poin saja argumentasi yang tidak dapat mereka jelaskan, dimana bagi mereka ini menjadi fakta yang mengingkari satu sama lain.

1. Mereka yakin bahwa dalam agama mereka pernikahan sedarah sekandung adalah suatu hal yang haram. Bahkan sepersusuan saja membuat tidak boleh menikah.

Lalu, saya mengungkit tentang cerita Adam dan Hawa yang mereka katakan sebagai pasangan manusia pertama (dengan ini mereka mengingkari keyakinan kaum materialis sepertiku di ruangan itu yang meyakini bahwa manusia hari ini hasil evolusi dari monyet).

Dalam sejarah Adam dan Hawa yang mereka yakini bahwa Adam dan Hawa melahirkan anak kembar yang berpasangan satu sama lain (laki-laki dan perempuan). Dalam masa ini dikenallah oleh mereka nama Habil dan Qabil.

Pada masa selanjutnya mereka yakini bahwa Nabi Adam As diperintahkan untuk menikahkan anak mereka dengan menyilangkan dengan saudara kembarnya. Habil dengan kembar Qabil dan begitupun sebaliknya. (Kelak katanya inilah yang memicu pembunuhan pertama dilakukan).

Hanya saja, poin penting yang saya gugat disini adalah pernikahan sedarah yang dikisahkan ini. Benarkah telah diperintahkan oleh Tuhan di masa lampau untuk boleh menikahkan anak manusia dengan saudara sekandungnya? Dimana jika kasus ini benar diterima artinya perkembangan manusia hari ini yang jumlahnya begitu besar merupakan keturunan yang lahir dari pernikahan sedarah? dimana dalam hukumnya hari ini adalah sesuatu yang haram.

Apakah mungkin Tuhan telah mengalami "plin-plan" dalam memutuskan perkara nikah sedarah (yang di masa kini haram, tapi di masa lampau bisa dilakukan dan dibolehkn Tuhan).

Saya bilang pada mereka bahwa ini adalah sebuah literatur yang sungguh tak bisa saya terima sebagai kaum materialistis dan itu merupakan cacat dari agama yang mereka anut.

Mereka yang hadir hanya terbungkam, sebab jika mengakui itu adalah kisah sejarah yang benar maka secara otomatis manusia hari ini adalah berasal dari generasi manusia yang melangsungkan pernikahan terlarang karena sedarah sekandung.

2. Sebagai seorang materialis saya berusaha meruntuhkan keyakinan keberTuhanan peserta pada waktu itu.

Seakan mereka benar-benar percaya bahwa saya adalah benar tak meyakini Tuhan dan segala yng bersinggung dengannya. Beberapa diantara peserta itu kemudian berusaha menyeret diskusi kami kepada hidup kekal nan abadi. Dimana katanya mereka harus percaya Tuhan supaya saat mati bisa masuk surga yang kekal.

Dengan sigap langsung kutimpali mereka bahwa apa yang mereka sebut sebagai surga dan neraka tidak benar-benar adanya. Namun, satu diantara mereka menyahut bahwa surga benar adanya lantaran berita yang mereka dapatkan dari seorang Nabi yang katanya pernah mengunjunginya.

Saya pun melanjutkan penjelasan saya. Menceritakan kisah isra mi'raj pada mereka dimana katanya pada saat inilah Nabi diperjalankan menuju sidratul muntaha dimana juga mengunjungi surga dan neraka. (mereka yakin tentang kisah ini).

Lalu saya mengajukan pertanyaan bahwa bagaimana dengan kisaah tentang beberap alam yang harus dilalui oleh manusia sebelum ditentukan siapa yang masuk surga atau neraka.

Dalam literatur dijelaskan bahwa kehidupan manusia akan mengalami beberapa fase. 1. kelahiran 2. hidup di dunia 3. Mati 4. Alam Kubur/Barzak 5. Menunggu kiamat sampai mereka dihidupkan kembali di padang mashar 6. Yaumil Hizab (Hari oerhitungan) dan 7. Ditentukan yang mana masuk surga dan neraka. (artinya jika surga benar adanya maka saat kehidupan Nabi pada saat itu belum ada yang menghuninya).

Lalu, bagaimana dengan riwayat yang mengatakan bahwa Nabi datang berkunjung ke surga dan neraka.

Riwayat diantaranya sebagai berikut:

Riwayat tentang Nabi berjumpa dengan Nabi lainnya di syurga tingkat tertentu.

Riwayat tentang Nabi melihat penghuni neraka kebanyakan adalah perempuan.

Riwayat tetnag telaga di surga dima Nabi menunggu sahabatnya, namun banyak diantara yang digiring ke neraka.

Serta banyak riwayat lain yang menceritakan bahwa nabi melihat langsung surga dan neraka yang sudah berpenghuni.

Pada posisi ini saya mengajukan argumentasi kepada mereka tentang bagaimanakah mereka menjelaskan situasi ini. Dimana mereka yakin zaman nabi yang hidup di abad 7 masehi pernah melakukan perjalanan mengunjungi surga dan neraka yang sudah berpenghuni.

Sementara di kasus yang lain mereka yakin bahwa manusia barulah akan ditentukan masuk surga atau neraka setelah menjalani Yaumil Hizab, dimana itu baru akan terjadi setelah berkumpulnya manusia di padang mashar saat dihidupkan kembali setelah kiamat.

Masalahnya adalah, baik saya maupun mereka percaya bahwa apa yang dimaksud KIAMAT belumlah terjadi, maka kelanjutan proses padang mashar dan yaumul hizab tentu belumlah juga terjadi.

Mereka hanya bisa diam, merasa kebingungan atas itu semua? Lalu kuajak mereka untuk melupakan surga dan neraka itu yang cerita tentangnya simpang siur bagi mereka. Dan mereka hanya tetap diam, tak bisa memberi jawabanya.

Tapi pada titik itu semoga mereka mau mencari tahu kenapa pada saat isra mi'raj Nabi melihat neraka dihuni banyak kaum wanita?

(Bersambung.....)


Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.