Kamis, 13 September 2018

Kebencian yang Terlampau

Kebencian yang Terlampau
Begitu hebat dan kuatnya provokasi kepada Masyarakat untuk membenci Pimpinan Negerinya dengan cara yang telah terlampau jauh. Membenci memang bukan sesuatu yang jelek, membenci dibolehkan bahkan dianjurkan dalam kadar dan ketentuan yang sesuai. Kebencian yang terlampau itu tidak dibenarkan, apalagi sampai merendahkan derajat kemanusian di hadapan orang lain.
Dan paling parah adalah, mereka membenci mengatasnamakan iman yang dianutnya. Merasa agamanya terzalimi dan dianggap mereka dikucilkan di negerinya sendiri. Sungguh tragis, mereka di satu sisi mengaku berima, lalu mengarahkan kebenciannya begitu melampaui kadarnya. Lalu darimanakah mereka mendapati keteladanan dalam menyampaikan kebencian secara terbuka?
Ada banyak kisah keteladanan, bagaimana seyogiayanya kita bersikap atas apa yang dibenci. Nabi Musa As mencontohkan bagimana Tuhan memintanya tetap berlaku lemah lembut saat menghadap dan berbicara pada Fir'aun. Kita tahu siapa Fir'aun yang dikisahkan ini, Raja yang sampai pada tahap mengakui dirinya sebagai tuhan yang punya kuasa besar. Tapi itulah keteladanan. Tuhan mencontohkan (menganjurkan) manusia untuk tetap berlaku adil bahkan pada apa yang seharusnya amat dibenci. Disini kita belajar pengendalian diri.
Kemudian, Ibrahim As saat menghadapi Namrud. Adakah manuskrip yang kita dapati dimana Ibrahim As memuntahkan cemoohan yang mengolok-olok Namrud pada waktu itu? Tidak. Tapi Ibrahim As mengajukan argumen-argumen yang layak dan masuk akal pada Namrud. Disini kita belajar tentang ketabahan.
Kisah lain, Nabi Muhammad Saww saat menghadapi pemimpin Quraisy yang tak berpihak padanya. Apakah Nabi lalu menggumpat dan memprovokasi Masyarakat? Bahkan pada saat kekuatan Muhajirin dan Ansar di Madinah kuat baik secara politik maupun kemiliteran, Nabi tak pernah melakukan umpatan yang memprovokasi untuk mengolok Pimpinan Quraisy. Bahkan tatkala Nabi yang memiliki kekuatan sepenuhnya umat muslim mendapat perlakuan oleh Masyarakat penolak dakwahnya yang membuat luka di wajahnya, tak pernah menyetujui membalas dengan cara yang kasar. Disini kita belajar kasih sayang, rahmatan lil alamin.
Lalu, setelah ribuan tahun berlalu kisah-kisah Manusia suci yang seharusnya menjadi teladan itu seakan dilupakan. Mereka yang juga mengaku umat dari ke 3 Utusan di atas, malah tak bisa mengontrol diri, tak punya ketabahan dan seolah tak memiliki rasa kasih sayang sampai-sampai harus mengumpat, memprovokasi dan menjelek-jelekkan dengan sangat kasar seorang Pimpinan Negerinya.
Seolah-olah mereka menjelma menjadi Malaikat yang suci melebihi sucinya Nabi-Nabi yang telah diutus. Seakan mereka lupa atas pesan dari Tuhannya yang melarang mereka mengolok-olok orang lain melampaui batas.
"Janganlah suatau kaum mengolok-olok kaum lainnya, sebab bisa jadi yang diolok-olok itu masih lebih baik dari yang mengolok". (Seperti ini isi titah Tuhan).
Pertanyaannya, apakah yang mereka sudah lakukan lebih baik dan lebih banyak dari Pimpinan yang diolok ini? Kenapa begitu melampaui batas kebenciannya?
“Janganlah membenci melampaui batas, sebab bisa jadi yang kau benci amat baik bagimu. Dan janganlah mencintai melampaui batas, bisa jadi yang kau anggap baik amat buruk bagimu". Intinya jangan terlampau jauh.
Saya teringat sebuah kalimat yang beberapa waktu lalu terdengar di sebuah kesempatan.
"Sekurus-kurusnya Ikan, pasti ada dagingnya. Segemuk-gemuknya Ikan, pasti ada tulangnya." Saya kira ini konsep serupa yang diajarkan Tao. Yin dan Yang. Seperti yang disebutkan dalam kitab suci, kita yang bukan fiksi.
Bagaimanapun kebencianmu, redamlah agar tak melampaui perilaku yang seharusnya tak kau lakukan. Ini bulan Ramadhan, hendaknya kita lebih banyak merenung. Buka puasa nanti ikannya kurus atau gemuk?. Kalau kurus tulangnya jangan dimakan. Kalau gemuk, hati-hati tulangnya keselek.
Jokowi memang kurus, tapi belum tentu sehina yang kau pikirkan. Adillah!

Rabu, 12 September 2018

Zionis Israel dan Pengasong Khilafah

Zinois dan Pengasong Khilafah

Beberapa hari terakhir kita begitu resah atas klaim sepihak yang dilakukan oleh Trump yang mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Hampir seluruh umat muslim dunia mengutuk keputusan itu. Termasuk saya.
Kenapa klaim itu harus ditolak?
Bahwa Jerusalem adalah kota suci 3 agama yang merupakan wilayah sah, sebagai Ibu Kota bagi Negara Palestina. Sementara Israel hanyalah sebuah Negara Ilusi yang diakui eksistensinya oleh para Zionis dan pendukungnya, utamanya Amerika Serikat.
Israel adalah negara palsu yang didirikan kaum zionis yang tak tahu diri. Mereka ini sebelumnya adalah kaum yang diberi tumpangan di Negara Palestina sebelum berusaha menggerogoti Palestina dari dalam bahkan menguasai wilayahnya. Mereka inilah virus yang tanpa sadar dipelihara sendiri oleh Palestina.
Betapa amat berbahayanya doktrin zionis yang berangkat dari doktrin agama yang mereka yakini. Bagi umat Yahudi, mereka meyakini Palestina sebagai tanah yang dijanjikan oleh Yahweh (sebutan teoligi mereka atas Tuhan). Kaum picik diantara umat Yahudi (Zionisme) mengembangkan doktrin itu kepada yang lain bahwa sebagai tanah yang dijanjikan Yahweh, maka menjadi kewajiban kaum Yahudi merebutnya kembali dan menguasainya. Mereka meyakini di tanah itulah nanti datangnya "Sang Mesiah". Pahaman mereka berkembang hingga mendapat kekuatan dari bantuan Amerika Serikat untuk mendirikan Negara (Israel) dalam sebuah Negara (Palestina). Dari sana terbentuklah Israel yang telah merebut sebagian besar wilayah Palestina.
Lalu, Apa Hubungannya dengan Pengasong Khilafah
Para Pengasong Khilafah tak jauh berbeda dengan Zionis. Mereka yang hidup dalam perlindungan sebuah Negara malah menolak mengakui kedaulautan Negara tempatnya dinaungi. Parahnya, sistem dan Pemerintah Negara yang diaggap Thogut, mau mereka ganti dengan sistem khilafah. Sebab doktrinnya menganggap khilafah kewajiban yang perlu ditegakkan.
Pengasong khilafah ini, mengatas namakan Tuhan menjadi virus yang berbahaya bagi kemanusiaan.
Jika di Palestina ada Israel yang menggerogoti Negara tersebut, di Irak dan Suriah ada ISIS yang mendirikan Negara Khilafahnya, di bawah pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi. Beruntung, ISIS sebelum sebesar Israel berhasil dipukul mundur oleh tentara gabungan koalisi di kawasan itu.
Kemiripan perilaku Zionis dan Pejuang Khilafah (ISIS) yang sama-sama memakai dalil atas nama Tuhan memang sangat berbahaya bagi kemanusiaan. Mereka sama-sama mengilusi keyakinannya membentuk sebuah Negara untuk diperlihatkan sebagai keberhasilan beragama kepada Tuhan. Tanpa memperdulikan kemanusiaan, atas nama agung Tuhan mereka membunuh serampangan, merampas, menjarah dan mengusir bangsa sebuah Negara.
Olehnya itu, sebagaimana Zionis yang mendirikan Negara ilusi Israel yang harus kita lawan, maka Pengasong Khilafah yang ingin mendirikan Negara ilusi 'Khilafah' juga harus dilawan dengan tegas. Termasuk Pengasong Khilafah di Indonesia. Jangan sampai Indonesia di di-Irak-Suriah-kan, atau lebih parahnya seperti Palestina yang di-Israel-kan. Jangan sampai.

Senin, 03 September 2018

Di Matanya, Jokowi Harus Tetap Salah

Jokowi Harus Tetap Salah
Pembukaan Asian Games pada 18 Agustus 2018 lalu yamg spektakuler tak ikut membuatnya bangga, meskipun banyak masyararakat Indonesia dan di berbagai belahan dunia mengelu-elukan hal ini. Jokowi salah, hadir di pembukaan Asian Games di tengah korban gempa di Lombok. Seperti itu pikirnya. Jokowi tak berempati untuk lombok, menurutnya. Padahal Bapak Jokowi sudah beberapa kali secara langsung ke Lombok sebelum pembukaan Asian Games berlangsung.
Penutupan Asian Games 2018 yang berlangsung pada2 September 2018, Bapak Jokowi tidak hadir. Beliau lebih memilih untuk ke Lombok, NTB. Tujuannya apa? Mengadakan nonton bareng penutupan Asian Games bersama warga lombok terdampak bencana gempa. Harapannya sederhana, semangat Asian Games, semangat sportifitas yang selalu bangkit meskipun terjatuh ingin ditularkan. Semangat 'Energi of Asia' yang memenuhi Stadion Gelora Bung Karno (GBK) ingin ditularkan kepada masyarakat Lombok yang lagi dirundung bencana. Saya membacanya, Bapak Jokowi ingin menyampaikan bahwa kita harus tetap semangat meskipun mengalami tragedi. Seperti Para atlit yang telah berjuang untuk selalu bangkit.
TAPI. 
Bagi mereka Jokowi harus tetap salah. Ketidak hadirannya di GBK untuk menutup Asian Games dianggap sebagai pelarian karena takut menggunakan bahasa inggris. Jokowi dianggap ngacir. Selain itu video berdurasi beberapa menit di tengah kerumunan warga di bawah tenda darurat, dianggap percintaan tanpa empati ke warga Lombok. Jokowi sekali lagi dianggap hanya pencitraan belaka.

Kenapa baru sekarang ke Lombok pada saat penutupan Asian Games? Cecarnya.
HEHEHE. 
Mari kita tersenyum.
Perhatikan, selepas acara pembukaan Asian Games yang meriah. Mereka berbondong-bondong mencaci Bapak Jokowi karena hadir di GBK membuka acara di saat warga Lombok sedang dirundung duka. Mereka ingin Bapak Jokowi tidak di GBK, tapi seharusnya di Lombok. Dan pada penutupan Asian Games, Jokowi tengah berada di Lombok tidak di GBK. Kemudian apakah mereka mengapresiasi positif? TIDAK. Sebab Jokowi memang harus selalu disalahkan.

***
Mungkin diantara kita ada yang berpikir, betapa sulitnya menjadi seorang Jokowi. Tak pernah benar di matanya. Tapi mungkin mereka bagian dari kaum feminin yang akut, di matanya 'lelaki selalu salah' tak peduli apa yang dilakukan. Nyatanya di Negeri ini tak hanya perempuan yang jadi feminin yang akut. Yah, itu mungkin pemikiran sebagian kita.
Hanya saja, saya melihat Jokowi paham bahwa sebagaimanapun usahanya melakukan yang terbaik, semua orang pasti tidak akan setuju. Itu rumus dunia. Tuhan saja yang jelas kuasanya kadang dibantah. Apalagi manusia.
Jadi, apapun yang dilakukan Jokowi akan selalu berlaku salah dimatanya. Karena di matanya masih tersimpan selaksa peristiwa. Dan itu hanya bisa didapatkan jawabanya pada rumput yang bergoyang.
Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.