Minggu, 28 September 2014

Karena Saat Meminta, Kita Benar-benar Butuh




Ia datang menghampiri saat aku sedang berada di sebuah warung kopi dengan fasilitas internetnya. Tajam matanya semenjak memasuki gerbang mengarah kepadaku yang sedang duduk di pojok sambil menikmati makanan yang terhidang di depanku. Bermodalkan map plastik yang tentu saja isinya adalah secarik kertas berisikan permintaan sumbangan ntuk sebuah rumah yatim yang selama ini biasa aku saksikan.  Tapi, kali ini aku tak peduli. Tak seperti biasanya lagi yang mesti membaca dengan teliti setiap apa yang diajukan padaku. Itu karena aku sudah tahu dari penampilannya yang sering aku temui di bebrapa tempat berbeda bahwa tentu saja ia hendak meminta sumbangan. Sekedar untuk menyambung hidup katanya. Olehnya langsung saja aku rogoh sakuku dan mengambil selembar uang yang ada disana. Memberikannya dan membiarkannya berlalu dengan sebuah ucapan terima kasih.

Aku baru sadar saat ia pergi meninggalkan gerbang itu. Aku ingat tentang aturan yang dibuat oleh Pemerintah yang melarang untuk memberi bantuan kepada Para Peminta sumbangan yang tidak memiliki izin dari Pemerintahan setempat. Benar saja, bahwa memang aku tak membaca apakah ia punya izin atau tidak untuk meminta sumbangan. Lalu sedikit keraguan menghinggapi perasaanku. Apakah aku ini sudah bersalah telah memberinya? Atau yang lebih hebat lagi aku teringat dengan fatwa Pemuka Agama yang juga sama melarang untuk memberi sumbangan kepada mereka. Kaum mustadhaifain yang selalu meminta sumbangan. Dengan alasan bahwa mereka hanya akan menjadi malas untuk berusaha sendiri dan hanya meminta-minta. Yah, katanya tidak boleh membantu para peminta yang datang kepada kita.
Tapi, kalau saja itu benar tentang apa yang Pemerintah dan Pemuka agama itu katakan. Saya akan tetap memberi orang yang datang padaku saat mereka meminta bantuan dengan apa yang aku miliki. Meskipun hanya sedikit saja dari apa yang seharusnya aku berikan. Aku akan jadi tak peduli dengan undang-undang ataupun fatwa mereka. Karena kutahu, seseorang tidak akan mungkin meminta tanpa didasari oleh ketidakmampuannya. Sehingga bagiku telah menjadi wajib membantu siapapun itu yang datang kepada kita saat mereka meminta bantuan itu. Karena, jika saja mereka mampu. Tentu saja mereka takkan melakukan itu. Dan mungkin saja, Pemerintah dan beberapa Pemuka Agama itu hendak lari dari tanggungjawabnya dalam mengusahakan kesejahteraan bagi mereka. Mungkin saja tu benar. Jadi aku tak peduli undang-undang itu ataupun fatwa yang mereka bicarakan. Saya hanya hendak membantu siapaun yang meminta padaku saat aku mampu membantu mereka. Karena, sebagaimana mereka akupun merasakan hal yang sama saat meminta bantuan kepada yang lain. Saat meminta bantuan aku memang sangat memerlukannya dan berharap itu terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.