Ia datang
menghampiri saat aku sedang berada di sebuah warung kopi dengan fasilitas
internetnya. Tajam matanya semenjak memasuki gerbang mengarah kepadaku yang
sedang duduk di pojok sambil menikmati makanan yang terhidang di depanku.
Bermodalkan map plastik yang tentu saja isinya adalah secarik kertas berisikan
permintaan sumbangan ntuk sebuah rumah yatim yang selama ini biasa aku
saksikan. Tapi, kali ini aku tak peduli. Tak seperti biasanya lagi yang
mesti membaca dengan teliti setiap apa yang diajukan padaku. Itu karena aku
sudah tahu dari penampilannya yang sering aku temui di bebrapa tempat berbeda
bahwa tentu saja ia hendak meminta sumbangan. Sekedar untuk menyambung hidup
katanya. Olehnya langsung saja aku rogoh sakuku dan mengambil selembar uang
yang ada disana. Memberikannya dan membiarkannya berlalu dengan sebuah ucapan
terima kasih.
Aku baru sadar
saat ia pergi meninggalkan gerbang itu. Aku ingat tentang aturan yang dibuat
oleh Pemerintah yang melarang untuk memberi bantuan kepada Para Peminta
sumbangan yang tidak memiliki izin dari Pemerintahan setempat. Benar saja,
bahwa memang aku tak membaca apakah ia punya izin atau tidak untuk meminta
sumbangan. Lalu sedikit keraguan menghinggapi perasaanku. Apakah aku ini sudah
bersalah telah memberinya? Atau yang lebih hebat lagi aku teringat dengan fatwa
Pemuka Agama yang juga sama melarang untuk memberi sumbangan kepada mereka.
Kaum mustadhaifain yang selalu meminta sumbangan. Dengan alasan bahwa mereka
hanya akan menjadi malas untuk berusaha sendiri dan hanya meminta-minta. Yah,
katanya tidak boleh membantu para peminta yang datang kepada kita.
Tapi, kalau
saja itu benar tentang apa yang Pemerintah dan Pemuka agama itu katakan. Saya
akan tetap memberi orang yang datang padaku saat mereka meminta bantuan dengan
apa yang aku miliki. Meskipun hanya sedikit saja dari apa yang seharusnya aku
berikan. Aku akan jadi tak peduli dengan undang-undang ataupun fatwa mereka.
Karena kutahu, seseorang tidak akan mungkin meminta tanpa didasari oleh
ketidakmampuannya. Sehingga bagiku telah menjadi wajib membantu siapapun itu
yang datang kepada kita saat mereka meminta bantuan itu. Karena, jika saja
mereka mampu. Tentu saja mereka takkan melakukan itu. Dan mungkin saja,
Pemerintah dan beberapa Pemuka Agama itu hendak lari dari tanggungjawabnya
dalam mengusahakan kesejahteraan bagi mereka. Mungkin saja tu benar. Jadi aku
tak peduli undang-undang itu ataupun fatwa yang mereka bicarakan. Saya hanya
hendak membantu siapaun yang meminta padaku saat aku mampu membantu mereka.
Karena, sebagaimana mereka akupun merasakan hal yang sama saat meminta bantuan
kepada yang lain. Saat meminta bantuan aku memang sangat memerlukannya dan berharap
itu terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar