Rabu, 14 Januari 2015

Mana' Dalam Tradisi Bugis dan Batu Cincin yang Lagi Digandrungi



Bagi masyarakat suku bugis tentu biasa mendengar sebuah kata mana'. Makna kata itu bisa diartikan sebagai suatu hal yang diterima dimana memiliki fungsi tertentu dari seorang yang dianggap memiliki ilmu ghaib.
Hal ini rupanya memiliki kaitan dengan keyakinan masa lalu yang dikenal sebagai dinamisme. Dinamisme adalah keyakinan tentang adanya kekuatan magis, ghaib atau supranatural yang dikandung oleh benda-benda tertentu atau biasa disebut mana'. Dan rupanya keyakinan tentang mana' itu bertahan sampai sekarang dan masih dipercaya oleh sebagian besar masyarakat bugis.

Biasanya dalam hal ini, mana' dimaksudkan sebagai warisan sakral yang diberikan kepada generasi bugis utamanya laki-laki sebagai bagian dari budayanya. Bahkan dalam lingkungan bugis seorang lelaki yang beranjak dewasa biasanya diminta oleh ibunya atau neneknya agar mencari mana' pada kakeknya atau bapaknya jika dianggap ada. Kadang juga mana' itu langsung diberikan oleh orang yang memilikinya jika dimaksudkan bahwa sang penerima sudah siap untuk menerimanya.
Beberapa benda yang biasa diyakini memiliki mana' berupa badik, batu cincin, atau benda-benda apapun yang dimaksudkan memiliki kekuatan magis dan bermamfaat bagi yang memilikinya di masa lalu.
Lalu, apakah hal itu salah dan mengandung kemusryikan? mengingat bahwa keyakinan dinamisme adalah ada di masa lampau dan setelah melalui beberapa perubahan keyakinan dalam tradisi masyarakat bugis sampai kepada kerelaan memeluk ajaran islam. Bagi masyarakat Hindu dan Buddha pun tetap mengakui adanya mana' ini pada tiap benda yang dianggap sebagai pusaka. Sehingga tidak heran dalam masyarakat hindu dan buddha ada beberapa benda tertentu yang dianggap pusaka dan dijaga serta dimuliakan karena memiliki mana'.
Akhirnya kita akan mencoba melihatnya dalam pandangan islam tentang bagaimana mana' ini mengambil posisinya. Sehingga dalam situasi ini bisa dikatakan bahwa meyakini mana' memang bisa menimbulkan kemusyikan tapi juga tidak jadi masalah jika pandangan ketauhidan kita dibenarkan.
Kemusryikan bisa terjadi apabila pandangan ketauhidan kita memang dari awal salah dalam menyikapi alam semesta. Bahkan tanpa keyakinan pada mana’pun bisa dihukumi sebagai musryik apabila menganggap bahwa sesuatu itu tidak berasal dari Tuhan yang Esa. Misalnya kita hidup dalam lingkungan masyarakat yang menganggap bahwa ketika orang sakit maka akan mengalami kematian jika tidak dibantu oleh dokter ini. Dalam posisi ini kita meyakini bahwa kekuatan penyembuhan adalah dari dokter dan obatnya, bukan sebagai perantara. Tapi akan jauh berbeda halnya jika kita menganggap bahwa penyembuhan dokter itu ada karena dia sebagai perantara Tuhan yang telah dititipkan ilmu padanya sehingga mampu mendiagnosa penyakit pasien dan memberikan obat bagi penyembuhannya.
Kenyataannya bahwa Tuhan sendiri yang telah mengajarkan pada manusia tentang mana’ itu ada di tiap benda dengan kekuatan yang berbeda. Misalkan mana’ diberikan kepada besi sehingga menjadi lebih kuat daripada batu dan bisa menghancurkannya. Namun ada pula batu yang diberikan mana’ lebih besar daripada besi sehingga bisa memotongnya yaitu intan. Ataukah mana’ yang ada dalam tongkat Nabi Musa As yang bisa berubah jadi ular, memancarkan air dari batu dan membelah laut merah atas izin Allah. Atau hal yang paling dekat dan masih bisa disaksikan sampai saat ini adalah batu hitam hajar aswad yang mendapatkan mana’ dari Allah sehiingga memiliki daya tarik yang begitu hebat sehingga membuat banyak manusia yang ingin menciuminya. Padahal kita bisa memastikan bahwa kenapa tidak menggunakan batu yang lain jika memang batu hitam itu tidak memiliki kekuatan magis? Bukankah ini telah cukup menjadi fakta bagi kita bahwa mana’ memang dititipkan Tuhan pada tiap benda dengan kapasitas berbeda.
Sebagaimana orang-orang cina yang sampai pada hari ini meyakini akan kekuatan dari giok yang dipakai mampu mengeluarkan energi posistif untuk mengeluarkan racun atau melawan energi negatif lainnya maka tentu saja hal ini telah terjelaskan secara ilmiah. Oleh karena keilmiahan inilah menyebabkan banyak ilmuan barat mengembangkannya pada produk-produk kesehatan yang bisa dipakai dalam mencegah atau mengobati penyakit berbahaya. Yah, secara tidak sadar mereka meyakini tentang mana’ itu, energi yang terkandung dalam benda-benda semisal batu.
Sekarang bagaimanakah dengan fenomena batu permata yang menjadi populer di tanah air. Dimana selain keindahannya yang menawan juga diyakini merupakan sunnah dari rasul sebagaimana beberapa riwayat menyebutkan tentang itu.  Dalam posisi ini riwayat menjelaskan bahwa cincin yang dikenakan rasulullah adalah sesuatu yang memiliki faedah. Dimana cincin itu mampu menentramkan hati, menghindari wabah, menjauhkan kezaliman seseorang atau mempermudah rezky. Maka jika riwayat hadis-hadis itu mau diterima sebagaiman pendapat beberapa ulama yang menerimanya, maka tentu disini jelas bahwa faedah dari batu-batu yang dikenakan sebagai permata cincin memiliki energi yang memiliki fungsi tertentu dan secara tidak langsung ini bisa disebut sebagai mana’ dalam tradisi bugis.
Sehingga bagi mereka yang meyakini bahwa ada energi tertentu yang dititipkan pada batu-batu tertentu yang mengakibatkannya memiliki faedah yang bisa bermamfaat bagi pemakainya dengan ketentuan bahwa meyakini semua itu dari Allah Swt adalah bukanlah kemusryikan, apalagi jika batu-batu itu dipakai dalam kondisi mengharap faedah dari Allah Swt dan dalam beribadah kepadaNya. Namun jika menyinggung kemusryikan, sebagaimana setiap sesuatu bisa membawa kepada kemusryikan maka tentu batu-batu cincin itupun bisa menjerumuskan kepada kemusryikan jika kita dalam posisi meyakini bahwa itu semata-mata kekuatan darinya dan bukan berasal dari Allah Swt.
Oleh karena itu, meyakini batu tertentu meiliki mana’ sebagaimana tradisi dalam masyarakat bugis adalah sesuatu yang tidak salah lantaran itu telah berkembang jauh sebelumnya sebagaimana benda-benda tertentu diberikan faedah khusus oleh Allah Swt agar memfaat pada manusia. Bukankah mengagumi keindahan bisa mendekatkan kita pada Allah Swt sebagai pemiliki keindahan hakiki. Apalagi dengan meyakini faedahnya maka kita akan tahu betapa hebatnya Allah Swt menitipkan kasih sayangnya pada benda-benda agar bisa mamfaat bagi manusia. Dan wajarlah jika hari ini masyarakat bugis kembali begitu menyukai batu-batu permata selain karena keindahan juga karena tradisinya mengenai mana’ itu sedang kembali digelorakan.
Tapi satu hal yang harus diwaspadai adalah berubahnya fungsi dari batu permata pada cincin itu yang sebelumnya untuk mendapat faedah menjadi ajang kesombongan dan kemegah-megahan sebab dihiasi emas. Karena kesombongan adalah menyerupai kemusryikan yang membuat Iblis tergelincir dari syurganya Allah Swt.

Kamis, 01 Januari 2015

Harga BBM Turun, Politik Pencitraankah?

Tepat memasuki 1 januari 2015 harga BBM turun. Meskipun tak kembali ke harga sebelum naiknya yakni Rp. 6.500.
Tentu saja tak ada aksi demonstrasi, lantaran harganya diturunkan. Tapi ada yang bilang bahwa itu adalah hasil perjuangan mereka yang melakukan demonstrasi dua bulan terakhir. Apa 'iya' demikian? Ataukah memang tanpa aksi demontsrasi itu pemerintah memang sudah merencanakan ini dan mempersiapkannya?
Apapun hasil analisanya, poin penting yang harus diambil adalah bahwa apa yang ditakuykan oleh para demonstran yang menolak harga BBM naik ternyata tidak benar-benar terjadi. Meskipun memang ada keikutsertaan harga barang dengan naiknya harga BBM ketika itu. Tapi tidak ada rakyat yang sampai tercekik dan sengsara sebagaimana kekhawatiran para demonstran yang karenanya sampai menghalalkan tindakan anarkis.
Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.