Setelah Negara Repuplik Indonesia merdeka, dengan proklamasi pada
tanggal 17 Agustus 1945 konstitusi Negara segera terbentuk sebagai
Undang-Undang yang mengatur pola hidup bernegara dan berbangsa.
Sepanjang sejarah Indonesia sampai pada hari ini, maka konstitusi yang
ada pun telah mengalami banyak perubahan dan banyak aturan baru yang
digodok kemudian disahkan sebagai bagian dari konstitusi Negara. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang kemudian mengemban amanah untuk menggodok,
merumuskan dan mengesahkan Undang-undang yang akan menjadi konstitusi.
Sesuai kondisi zaman yang terus berubah, maka pembentukan suatu
Undang-undang pun mengalami perubahan. Sehingga pada kondisi
ke-Indonesia-an saat ini, senantiasa dilakukan perubahan dan pembentukan
Undang-undang atau Peraturan yang telah mencakup semua aspek
kehidupan.
Namun,
ada yang aneh ketika kita menganalisis kondisi saat ini terhadap
aturan yang dibentuk dan disahkan oleh DPR. Kejanggalan kejanggalan
dipahami telah terjadi dalam proses legislasi suatu Rancangan
Undan-Undang. Dimana, Undang-Undang yang hadir pada hari ini dianggap
tidak mewakili kepentingan masyarakat secara menyeluruh. Hanya mewakili
suatu kepentingan kelompok partai yang mereka wakili. Ini karena
adanya Poligarki Partai Politik (PARPOL), dimana kebijakan atau
keputusan yang diambil oleh anggota DPR harus sesuai dengan kebijakan
PARPOL. Sehingga setiap wakil dari PARPOL membentuk suatu Fraksi di
parlemen dimana ketika menyikapi suatu masalah setiap anggota harus
senada dengan kebijakan Fraksi. Ini mengakibatkan kepentingan rakyat
terkebiri, yang seharusnya menjadi prioritas utama Anggota DPR dalam
mengambil keputusan.
Kejanggalan-kejanggalan
yang terjadi ini, mengindikasikan adanya sebuah konspirasi politik
yang terjadi di parlemen. Wakil-wakil rakyat yang mencoba berlainan
pendapat dengan fraksinya ketika mengambil kepuutusan terhadap suatu
kebijakan diberhentikan dengan alasan yang tak logis oleh partai yang
mngusungnya. Ini jelas menjadi bukti bahwa Para Wakil Rakyat tak lagi
mewakili rakyat yang mengusungnya di Daerah Pemilihan (DAPIL)
masing-masing. Sehingga muncul ketidakpercayaan lagi terhadap mereka
yang duduk di DPR.
Konsipirasi
politik yang terjadi pada hari ini, disadari terjadi sebagai Politik
Kapitalisme atau Neoliberalisme. Sehingga akibat hegemoni dari itu,
menyebabkan kesejahteraan masyarakat pada hari ini menjadi mimpi untuk
terwujud. Karena, semua akan berbicara tentang untung dan berapa banyak
laba yang didapatkan atas adanya kebijakan atau peraturan
perundang-undang yang ditetapkan itu. Itu menjadi proses kelahiran
kebijakan yang tidak pro rakyat.
Apa yang menjadi penyebab dan apa solusinya?
Lahirnya kebijakan yang tak lagi pro rakyat disebabkan beberapa factor, sebagaimana yang dipaparkan bahwa
pada hari ini, Politik Kapitalis-lah yang menjadi roh pengambilan
keputusan para wakil rakyat kita di DPR. Tentang bagaimana konstribusi
suatu Undang-Undang yang ditetapkan terhadap PARPOL yang diwakili dan
bagaimana agar kantongnya berisi. Semata-mata untuk kepentingan diri
mereka dan kelompoknya dan tak lagi mengutamakan kepentingan masyarakat.
Beberapa
point yang kami analisa yang menjadi penyebab terjadi
kecurangan-kecurangan dalam proses legislasi Undang-Undang secara garis
besar adalah sebagai berikut:
1. 1. Dalam
proses pengambilan Orang-orang yang menduduki jabatan DPR tidak
mengutamakan aspirasi rakyat yang sesungguhnya, tapi mewakili
kepentingan partainya yang dibentuk dalam fraksi di DPR (Oligarki
Politik)
2. 2. Adanya
bantuan sokongan pendanaan dari pihak lain (Pemilik Modal) dalam
proses pencapaian jabatan di DPR, sehingga terjadi sistem balas jasa
yang mengakibatkan juga terjadi pada pengambilan kebijakan dalam
menetapkan Undang-Undang.
3. 3. Ketidak
pahaman masyarakat terhadap konstitusi dan hal yang menyangkut itu,
sehingga tak peduli terhadap kejanggalan yang terjadi. Ini sebagai
akibat dari pendidikan yang tidak didapatkan oleh sebagian besar
masyarakat.
Dengan
menyimak dan menganalisis tentang penyebab dari masalah adanya
kejahatan konstitusional, maka dapat kita rumuskan sebuah tindakan dalam
hal ini upaya untuk menhentikan lahirnya Undang-Undang yang tak pro
rakyat. Sebagai sebuah langkah kongkrit adalah :
1. 1. Pembangunan
kesadaran terhadap masyarakat dalam proses pemilihan anggota DPR, agar
memilih siapa yang benar-benar berkapabilitas dan memiliki dedikasi
yang tinggi terhadap masyarakat.
2. 2. Harus
ditetapkan Undang-Undang yang mengatur untuk tidak dibentuk Fraksi
dalam ruang lingkup DPR sehingga tidak terjadi Oligarki Politik
3. 3. Hubungan structural anggota DPR di Partainya di hilangkan (Anggota DPR memundurkan diri sementara waktu dalam masa jabatan).
4. 4. Anggota-anggota
DPR dalam penetapan sebuah Undang-Undang harus mengadakan consensus
pada Daerah Pemilihan (DAPIL) yang diwakilkannya.
5. Melakukan upaya-upaya sosialisasi terhadap Undang-Undang atau peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan setelah adanya consensus, agar masyarakat dapat
mengawal atas kebijakan atau peraturan yang telah ditetapkan.
6. Senantiasa melakukan aksi berkesinambungan (pengawalan dan proses regenerasi agar perjuangan tak putus).
Demikianlah
hal-hal yang dapat kami paparkan. Semoga dapat menjadi inspirasi atau
bahkan menjadi ide gerakan dalam upaya membersihkan parlemen dari mafia
konstitusi sehingga terwujud sebuah konstitusi Negara yang melingkup
kepentingan hajat hidup masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar