Selasa, 26 Juli 2016

Santoso, Teroris yang Disangka Tidur Bersama 70 Bidadari

Tidur Bersama 70 Bidadari

Betapa miris, ironis dan lucunya postingan dari satu akun di Facebook ini. Ia menduga bahwa Santoso (Pemimpin MIT) yang mati tertembak sedang tidur dengan 70 (biasanya 72) bidadari.

Ini semakin menambah daftar panjang keyakinan mereka tentang balasan 72 Bidadari bagi para syuhadah.

What? Saya merasa malu membaca postingan seperti ini. Kenapa mereka begitu suka menonjolkan 'Islam' dengan perilaku 'seksual' yang rupanya juga belum usai di dunia, sampai mereka mencoba mengimingi balasan bagi mujahid* (*mujahid yang dimaksud mereka adalah membunuhi yang berbeda pandangan dan dianggap kafir oleh kelompok mereka sendiri) dengan hal yang sifatnya sangat sensual seperti ini.

"Mayat Santoso berkeringat dan wangi karrna sedang tidur bersama 70 bidadari." Bisa anda bayangkan sendiri bagaimana keringatnya keluar dan wangi? Itu karena dia sedang bersama 70 bidadari. Bayangkan lagi seperti apa bidadari itu?
Nah, mengerti khan kenapa bahkan sampai mayatpun masih berkeringat?

Saya teringat pada sebuah diskusi di beberapa tahun lalu. Seorang teman pernah terlibat di sebuah lembaga kampus. Dalam beberapa kali tarbiyah dengan ustadznya, membuatnya menjadi gigih untuk mengejar bididari. Dia berubah drastis, ebtah berapa derajat. Keinginannya untuk mayi sebagai syuhadah selalu diceritakannya. Ya, dia ingin mendapatkan 72 bidadari di akhirat kelak katanya.

Itu teman saya.
Teman yang sama marah jika ada yang 'menghina' islam sebagai agama yang 'lewat poligami' dianggap sebagai agama yang 'haus seks'. Mereka sangat marah saat ada yang menyampaikan itu.

Tapi, di lain sisi mereka pun percaya bahwa di akhirat mereka akan diberikan pelayanan ekstra dengan 72 bidadari jika mati sebagai mujahid. Saya membayangkan betapa hebat imaji seksualitas mereka. Menakutkan saya bilang.

Mereka masih belum selesai dengan kondisi dunia dan berharap hasrat-hasrat yang dikekang di dunia, terbalaskan di akhirat. Tujuan mereka ke syurga lebih kepada bidadari. 72 bidadari tepatnya.

Mungkin seperti itu pulalah motivasi seorang Santoso. Dia gigih mengangkat senjata agar bisa bersanding bersama 72 bidadari.

Dan faktanya bahwa imingan 72 bidadari ini beredar sebagai motivasi para pelaku teror dan bom bunuh diri, termasuk anggota ISIS. Maka wasfadalah jika ada seorang Pemuda yang bercita-cita dapatkan 72 bidadari di akhirat nanti. Bisa jadi, anda akan dijadikan target untuk memudahkan mencapai tujuannya itu dengan terlebih dahulu melabeli anda sebagai Kafir! Waspadalah.

Dan jika bertemu demikian, tanyakan padanya, "Apakah di akhirat Tuhan juga sediakan obat kuat?"


Selasa, 19 Juli 2016

Pokemon Go, Jonru dan Sebuah Anomali

Pokemon Go, Jonru dan Sebuah Anomali

Menjadi marak postingan tentang Pokemon Go, game yang baru saja rilis awal bulan ini. Sebuah fakta mencenangkan bahwa belum sebulan sudah dimainkan puluhan juta orang di seluruh dunia. Termasuk Indonesia.

Kenapa akhirnya saya merasa perlu menanggapi ini. Hal itu dikarenakan tersebarnya postingan dengan asumsi-asumsi yang tak terkira mengenai game ini. Ada yang menyebarkan bahwa 'Pokemon artinya Saya Yahudi dalam bahasa Syriac' ataukah sebuah analisis dari seorang yang mengaku dekan fakultas psikologi di Universitas di Jogja. Bahkan sampai dikaitkan bahwa ini menjadi sebuah agenda inteligen untuk menangkap citra suatu wilayah. Katanya.

Lalu, apa hubungannya dengan Jonru?
Iya, saya menyerempet nama itu. Sebuah nama yang tentu pernah kita temui di media sosial belakangan ini semenjak Pilpres 2014. Meskipun saya tidak mengikuti fanpage ataupun akun media sosial miliknya, tapi saya biasa mendapati postingannya berseliweran di beranda saya dibagikan oleh teman-teman yang jadi fansnya. Ada juga yang membagikannya sekedar untuk jadi hiburan atas 'kemaha tahuan jonru'. Ya, dia maha tahu hampir semua persoalan di dunia ini. Kemaha tahuan itu menjadi tenar, mengingat dia hanya seorang penulis buku 'lelaki di seberang jendela' atau 'cara sukses jadi penulis' serta trainir penulis yang dihadiri puluhan (ribu) peserta ketika itu. Selain itu, dia juga rupanya endorse produk melalui fanpagenya. Tak tanggung-tanggung, semua produk bisa diiklankan disana, termasuk produk cina yanh sering negaranya sering dihinanya.

Saya menyeret nama Jonru kesini, lantaran adanya kemiripan dalam pola penyebaran menyangkut Pokemon Go ini. Ada pola 'kemaha tahuan' disana. Bayangkan saja, Seorang Psikolog (meskipun menurut sumber ini tidak valid jika dia benar dekan Fakultas Psikolog) memberikan analisis teknologi yang menyangkut misi intelejensi. Sangat hebat sepertinya jika kita sekikas membacanya. Tapi, jika dicermati maka kita bisa bertanya, bagaimana bisa seorang psikolog membahas mengenai misi intelejensi yang menyangkut teknologi?

Pertahanan Negara.
Saya yakin di setiap negara ada bidang kementerian (atau apalah namanya di negara lain) yang fokus pada persoalan pertahanan negara. Termasuk serangan dalam bentuk cyberg. Saya berpikir, apa 'iya' Tim Cyberg Militer (Pertahanan) setiap negara tak mampu membaca misi intelejensi (seperti yang dianalisis 'Sang Dekan') seperti itu. Malah orang awam (saya menyebutbya awam karena spesialisasinya adalah Psikolog, bukan Ahli Teknologi) yang menganalisis sedemikian dalam. Mungkinkah ada kerjasama Cyberg Militer setiap negara dengan Pemilik Game 'Pokemon Go' ini?. Sangat lucu, bukan? Seorang Psikolog berbicara sistem intelejensi dan langsung dipercaya oleh netizen lalu disebar beramai-ramai penuh percaya diri. Ini sangat Jonruis namanya.

Bagaimana lagi, Pokemon artinya 'Saya Wahyudi"? Helooooo... Ini juga langsung disebar beramai-ramai. Seakan kita lupa untuk berpikir dan merenungkan. Apa benar Pokemon yang merupakan kepanjangan dari 'Pokect Monster' itu berarti 'Saya Wahyudi"? Mengingat bahwa nama Pokemon ini rilis sudah sangat lama. Bahkan ini film kartun kesukaan saya dahulu. Kenapa bukan dari dulu yah makna Pokemon ini diteliti. Apalagi, buat apa coba ada peneliti bahasa yang mau habiskan waktunya hanya untuk sebuah kata yang hampir semua orang di dunia sepakat bahwa itu hanya sebuah akronim "Pocket Monster"?. Lagi-lagi, ini sangat jonruisme.

Melihat banyaknya info negatif yang menyerang 'game' ini maka barangkali benar bahwa kita bisa mengambilnya sebagai pertimbangan. Tapi, bukan karena sebuah ilusi melarang karena bahsa syriac mengartikannya sebagai 'Saya Wahyudi' atau sebuah analisis (kaum awam) yang mengatakan agenda itelejensi yang belum terbukti. Saya akan menerima pelarangan itu jika dikatakan berbahaya karena membuat kecelakan di jalan akibat tidak fokus dan segala macamnya yang berhubungan dengan memberi kesempatan terjadinya tindak kriminal. Atau karena akan menggeser nilai budaya dan segala macamnya. Itu alasan yang logis.

Sebuah Anomali...
Game ini bagi saya sebuah anomali. Dimana selama ini sebuah game dibuat untuk membuat para 'gamer' berdiam diri di suatu tempat berlama-lama untuk bermain. Membuatnya menikmatinya sendiri di rumah, di warung internet, game center atau di rumah. Kita jadi malas bergerak dan beranjak dari tempat bermain.

Tapi, Pokemon Go ini menjadi sebuah anomali dimana 'memaksa' para 'gamer' berjalan keluar rumah untuk mencari titik yang ditandai melalui peta spasial jalan. Gamer harus berjalan ke radius titik itu untuk memperoleh aitem ataupun melatih Monster yang (telah) dan akan ditangkap. Berdiam diri di suatu tempat sama artinya tidak memainkan game ini.

Tak hanya itu. Game yang ada sebelumnya cenderung membuat pemain asyik sendiri dan makas sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Tapi 'Pokemon Go' seakan memaksa kita untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang baru di luar rumah, di taman, di halaman masjid, gereja dan tempat lainnya. Ini bagus untuk pertumbuham mental sosial. Karena menurut sebuah penelitian bahwa bermain game itu membuat seorang lebih menyukai kesendirian dan sepi. Tapi ini mendobrak kebiasan itu.

Terakhir, bahwa menjadi hal yang wajar saat ada yang merasa terganggu dan menolak game ini di tengah banyaknya orang yang merasa senang memainkannya. Itu bukan kesalahan bahkan jika mereka yang tak suka ingin melarangnya. Hanya saja, menolak game ini dengan alasan "Saya Wahyudi" atau "Misi Intelejensi" yang tidak terbukti menjadi sesuatu yang kurang 'fair'. Apalagi sampai menyatakan bahwa permainan ini adalah 'Pokemon Go (blok)'. Karena rasanya tak ada orang yang begitu go (blok) mau membangun game ini selama 20 tahun (menurut pengakuan pembuatnya). Ini hasil penelitian menggunakan analisis spasial ruang.

Tambahan, bahwa pada kesempatannya kita akan mengerti bahwa antara yang membuat, menerima dan menolak game ini akan ada hubungannya dengan bisnis. Bisa jadi mereka menolak karena game ini menjatuhkan ketenaran game (bisnis) lainnya. Dan kita yang menikmatinya karena merasa senang atas permainan ini. Dan kesenangan itu kadang memang membutuhkan biaya untuk menikmati, kita semua tahu itu.


Selasa, 05 Juli 2016

AHOK, AHER dan Pelarangan Takbir Keliling

Pelarangan takbir keliling akhirnya menjadi isu yang dipolitisasi atas nama agama. Di Jakarta 'Pelarangan Takbir Keliling' bukan kali ini saja. Sebenarnya Gubernur DKI sebelumnya pun melarang dikarenakan hampir setiap takbir keliling terjadi aksi tawuran antar warga. Mengganggu dan membuat kemacetan.

Tapi, hari ini semua berubah karena Gubernurnya adalah Ahok. Bukan Aher yang dianggap beriman karena berhasil menganggarkan dana 1 trilliun rupiah untuk bangun mesjid mewah sebagai solusi bagi wilayahnya Jawa Barat yang menjadi Provinsi Miskin di Indonesia. Aher adalah muslim, bahkan dianggap ustadz oleh pemuja rahasianya. Saat Aher sedih mencari dana untuk tambahan penanganan sampah, Ahok diserang bertubi-tubi karena membebaskan lahan untuk dibangun RS khusus kanker.

Salahnya Ahok adalah dia bukan muslim sehingga setiap kebijakannya dianggap untuk mendeskriditkan islam. Pelarangan Takbir Keliling yang sebenarnya (harusnya) dianggap bid'ah bagi mereka yang teriak karena tak pernah dicontohkan Nabi Saww takbir keliling dengan konvoi pakai unta menjelang Idul Fitri, ini tetap menjadi salah Ahok.

Anehnya, mereka yang teriak (nyinyir) itu menutup mata atas apa yang juga menjadi kebijakan Aher di Jawa Barat. Disana masyarakat muslim pun diminta takbir di masjid saja, tidak dianjurkan konvoi. Lebih aman dan tidak mengganggu. Itu karena Aher adalah muslim. Dia tak bersalah. Dia menjadi [di]BENAR[kan].

Takbir keliling juga ikut disandingkan dengan tahun baru, cap gomeh dll. Mereka lupa bahwa tahun baru, cap gomeh dll itu (dianggap oleh mereka sebagai pekerjaan orang kafir). Lalu mereka seakan tak ingat tentang dalil yang sering diteriakan ini "barangsiapa mengikuti suatu kaum, maka dia serupa kaum itu".

Mereka menuntut begini, 'masa tahun baru boleh, cap gomeh boleh, perayaan barongsai dll boleh, takbir keliling 'tidak' boleh'. (Kelihatan khan siapa yang malah ngotot mau meniru kegiatan yang dianggap kebiasaan kaum kafir oleh mereka sebdiri).

Yah, kembali lagi bahwa satu-satunya alasan 'logis' (bagi mereka) adalah karena di DKI itu Gubernurnya AHOK, bukan AHER. Ahok kafir dan Aher muslim. Meskipun dengan kebijakan yang sama, AHOK SALAH dan AHER BENAR.

Semakin kelihatan bukan bagaimana cara mereka beragama? Mengaku muslim tapi selalu menyandarkan penilaian terhadap orang lain dengan prasangka buruk mereka. "Ahok melarang takbir keliling, ingin mengucilkan islam".

Betapa primitifnya mereka beragama seperti kata August Comte. Sangat politis seperti menurut Karl Max. Dan hanya dibibir saja seperti kata Tuhan.

"Janganlah karena kebencianmu terhadap sesuatu, membuatmu tidak berlaku adil".


Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.