Kamis, 31 Maret 2016

Sajak Kepedihanku; Untukmu Pembinaku

Hujan berdenting begitu hebat, kusangka ia sedang mengamuk.
Entah. Aku memang memaknainya begitu.
Kutahu dalam iramanya selalu ada nada kerinduan.
Tapi, rupanya ia menyimpan pilu yang menyiratkan kepedihan.
Gelegar petir pun tak ingin kumaknai.
Karena kutahu ada berita duka lewat geram kepedihannya.
Sungguh lara hati menyelimutiku.
Tatkala sampai berita dukamu menerobos masuk dalam liang telingaku.
Serasa tak percaya.
Aku terdiam hendak merontah.
Kenapa rasanya begitu cepat engkau pergi tinggalkan dunia?
Rupa-rupanya engkau memang sakit.

Kusesalkan tak pernah datang mencari kabarmu, hingga beritamu datang menghampiriku.
Bukan berita ini yang ingin kudengar.
Masih saja aku tak percaya ini.
Tahukah engkau?
Bahwa engkau satu diantara sekian banyak orang yang membentukku.
Begitu banyak hal yang kubelajar darimu.
Dan yang tak pernah kulupakan adalah keyakinanmu padaku.
Teringat di satu sore engkau bilang padaku "Kau akan jadi Pemimpin". Waktu itu aku jawab siap sambil tersipu.
Betapa hebat kata-kata itu.
Setiap kali aku mengingatnya setiap kali aku terpicu untuk memberi.
Dulu engkau bilang, "Pemimpin bukan tentang jabatan, tapi tentang bagaimana engkau bisa memberi kepada yang lain melebihi dari sekedar memenuhi kepentingan dirimu. Dan pada saat merekamenganggap kehadiranmu berarti, lalu senantiasa mengingatmu saat mereka dalam masalah itu yang penting. Meskipun mereka melupakanmu saat sedang dalam posisi senang."
Setidaknya seperti itu makna yang kutangkap.
Engkau juga pernah bilang, "aaabila berada dalam suatu komunitas pastikan kehadiranmu memberi nilai tambah dan ketidakberadaanmu membuat mereka merasa kehilangan, saat itu kau jadi orang yang berguna".
Yah, begitu banyak hal yang kuingat darimu.
Tuhan.
Betapa kepedihan menyelimutiku.
Lara hatiku, senandungkan duka cita atas apa yang Tuhan lakukan pada takdir manusia.
Tak kuasa aku menahan pedihku.
Kutahu ini misteri dan ketentuan yang akan berlaku bagi setiap makhluk.
Tak pernah kusesali duka ini.
Hanya saja, kumohonkan tempat yang layak bagi beliau di sisiMu.
Ampunkan dosanya, terima pahalanya dan karuniaaan rahmatMu atas amalan jariah yang telah diperbuatnya.
Oiya,
Wahai engkau yang kini ragamu terbaring kaku.
Sungguh aku belajar arti memberi tanpa pamrih darimu.
Semoga itu selalu kuingat.
Selamat jalan.
Kelak kita akan bertemu kembali.
(untukmu yang kini berjalan menuju keabadian, Guruku, temanku dan kakak pembinaku)
#RIP Kak Ibrahim Rasyid. (17.07. 30.03.2014)
Satyamu Kau dharmakan, dharmamu Kau baktikan.
".....Selamat jalan kakak, selamat jalan kakak... Terimalah salam dari kami yang ingin maju bersama-sama...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.