Minggu, 30 Oktober 2016

Senyum di Pelataran

Senyuman di Pelataran

Hari ini aku menapaki kembali pelataran.
Lantas aku diseret ke sebuah ingatan.
Hari dimana kita dalam perjumpaan.
Aku luruh melihat diriku di bingkai kenangan.

Ketika itu layar masih coba dikibarkan.
Layar Pinisi baru dirajut untuk dibentangkan.
Dan kita terjebak malu berkenalan.
Begitu kaku, berbincang sekadar kepentingan.

Aku tak mengenal nama yang kau sebutkan.
Hanya sekilas lantas aku mengabaikan.
Hanya senyummu yang selalu membekas di pelataran.
Dan dua binar matamu yang meneduhkan.

Di Pelataran Pinisi itulah kita dipertemukan.
Melewati rentang waktu, beranjak ke masa depan.
Di Pelataran Pinisi itu pulalah pertemuan demi pertemuan direncanakan.
Di bawah layar Pinisi yang tak pernah bosan.

Aku tak sempat menghitung banyak pertemuan.
Biarlah Layar Pinisi yang menjaga dalam kebisuan.
Layar yang membentang melakukan pelayaran.
Menuju perwujudan berbagai harapan.

Entah berapa sering aku berdiri di bawah layar Pinisi menunggu kehadiran.
Membayangkan diri sebagai nahkoda yang mengarahkan.
Pinisi akan berlayar kemana menantang gelombang mengalun.
Akulah nahkodanya yang akan menuntun ke depan.

Di Pelataran ini aku terlatih menjadi nahkoda sebelum kau datang mebebus penantian.
Sudah terbiasa bagiku membayangkan diri menantang gelombang bertautan.
Di Pelataran Pinisi kau selalu datang dengan sebuah senyuman.
Senyum yang amat aku kenal saat awal berkenalan.

Hari ini, di Pelataran Pinisi aku berpijak pada ingatan.
Menapaki kembali kenangan, membingkainya dalam harapan.
Layar Pinisi yang menjulang dalam kebekuan.
Menjadi saksi seberapa banyak aku melakukan penantian.
Menanti senyummu yang aku saksikan di awal pertemuan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.