Senin, 27 Oktober 2014

Susi jadi Menteri, Benar-Benar Revolusi Mental

     Terpilihnya Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan adalah sesuatu yang tidak biasa. Dan tentu ini menyentak khalayak ramai dikarenakan latar belakang pendidikan dari Sang Menteri yang hanya lulus SMP.
     Banyak berita miring yang kemudian beredar dan meragukan kinerjanya lantaran dinilai hanya berijazah SMP. Dan anehnya itu dijadikan sebuah argumentasi untuk ikut menyerang presiden Jokowi oleh mereka yang memang sejak dulu tak pernah mendukung apapun dari Jokowi. Mereka menyebutkan bahwa Ibu Susi bukan dari kalangan Profesional ataupun Akademisi lantaran hanya berijazah SMP. Sayangnya dari argumentasi-argumentasi itu justru menunjukkan bahwa orang-orang seperti ini telah terjebak pada sebuah bencana yang menjadikan sertifikat sebagai tolak ukur kemampuan seseorang atau disebut 'Disaster of Certicate'. Meskipun orang yang bersertifikat bisa memenuhi standar dari apa yang disebutkan di dalam sertifikatnya itu. Tapi tidak menutup kemungkinan orang bisa lebih ahli meskipun tidak dibukyikan dengan sertifikat/ijazah dan semacamnya.

     Memang pada akhirnya tak ada jaminan bahwa Ibu Susi adalah benar-benar mampu menjalankan tugas sebagai Menteri. Tapi bagi saya dengan melihat latar belakang yang hanya lulusan SMP dan bisa memiliki usaha yang sukses seperti SUSI AIR adalah sebuah bukti otentik melebihi dari legitimasi sebuah sertifikat. Toh, banyak yang memegang ijazah Sarjana strata satu, dua bahkan tiga yang hanya bergantung pada tunjangan yang diberikan oleh negara. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah kalangan Guru besar yang tuna karya. Mendapat tunjangan dari negara tapi tak memberikan karya bagi masyarakat. Hanya menyandang gelar profesornya begitu bangga.
      Olehnya itu, saya sangat mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah bertindak 'out of the box' dengan mengangkat Ibu Susi sebagai Menterinya. Ini adalah benar-benar revolusi mental, bahwa melihat profesionalitas seseorang bukan hanya diukur dari sejauh mana gelar yang melekat padanya atau jumlah ijazah yang dimiliki. Tapi karya nyata yang telah diberikan bagi dirinya dan masyarakat. Bukankah dengan kepemilikian SUSI AIR yang dipimpin oleh tamatan SMP telah memberikan lapangan kerja bagi kalangan starata satu adalah hal yang patut diapresiasi sebagai hasil kemampuan sesorang dalam menjalani kehidupannya. Maka dari itu, apapun stigma yang keluar dari mereka yang memang tak pernah setuju dengan kebijakan Presiden Jokowi tak perlu diperhatikan terlalu jauh karena justru itu hanya akan menghambat kinerja dalam membangun bangsa.
      Sehingga apapun yang telah ditetapkan oleh presiden Jokowi harus diberi kesempatan untuk membuktikan kemampuannya sebagaimana selama ini yang dilakukannya. Kita hanya mengawasi dan jika ternyata ada hal yang keliru mereka kerjakan maka barulah disitu tugas kita mengomentarinya. Bukan mengutuk presiden dan menterinya sebelum mereka membuktikan kiberjanya. Negara ini adalah milik segenap rakyat Indonesia. Jokowi dan Menterinya hanya kebetulan saja diberi amanah menentukan kebijakannya. Tapi kita juga tidak dibungkam untuk bersuara, tidak dipenjara untuk mengkritik. Maka kritiklah hal yang bisa memberikan sumbangsi positif. Tentu saja, niat kita pada akhirnya baik. Ingin melihat negara ini lebih bermartabat lagi ke depannya tanpa membedakan starata sosial dan pendidikan rakyatnya. Disinlah kita memulai revolusi mental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.