Senin, 27 Oktober 2014

Revolusi Mental adalah Harapan


Meski tak selaras, 
kuharap tak ada laras.
Senjata tua klasik, 
yang menodong dengan pekik.
Kita sedang menanti, 
untuk harapan yang kita mimpi.
Jangan berharap tak ada pedih,
karena kita memang sedang lirih.
Memikul masa lalu,
menuju masa baru.
Inilah namanya perjuangan,
tentu harus ada pengorbanan.
Tak perlu ragu,
 tangis juga adalah haru.
Kita memang kadang merasa terusir, 
tapi disinilah kita mulai terorganisir.
Menuju peradaban ideal, 
harus dimuali revolusi mental.
Kuharap tangis, 

bukan lagi pertanda pesimis.
Tapi ikhtiar untuk optimis, 
bahwa kita tak lagi berharap seperti pengemis.
Disinilah usaha ditaruhkan, 

menuju sebuah pembuktian.
Bukankah kita yakin akan iman pejuang? 
Bahwa kita benar benar adalah petarung.
Usahlah murung, 

waktunya untuk bertarung.
Bangkitkanlah jiwa yang terpendam, 

untuk wujudkan mimpi yang tak pernah padam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.