Kamis, 28 April 2016

Seperempat Abad: Kehidupan Kedua, Melawan Kematian

Ibu bercerita bahwa dulu saya pernah mengalami keracunan dan membuat saya dirawat di Rumah Sakit. Waktu itu saya masih balita, baru pintar mengeja kata. Kondisinya dramatis sampai nenek dari ibu menyarankan semua untuk tabah merelakan saya menghadapi kemungkinan kematian.

Saya tak bisa membayangkan bagaimana kondisi hati ibu waktu itu menghadapi kemungkinan kehilangan anaknya.

Bahkan, nenek saya sudah menggantikan sarung memasrahkan semuanya. Tapi do'a mereka tak pernah lepas untuk memunajatkan kesembuhan bagi lelaki kecilnya yang sedang terbaring.

Saya tak tahu berapa banyak air mata yang terurai waktu itu. Namun, kepastian akan diijbahnya do'a ibu yang tulus itu 'benar adanya'. Saat semua telah pasrah, ibu tetap yakin bagi kesembuhan saya.

Nenek meraung kesakitan, meminta dokter dan perawat menyembuhkan cucunya. Do'anya tak kalah dari raungannya. Memohon kesembuhan untuk saya.

Saya yakin do'a mereka kabul. Saat tenaga medis mulai pasrah, diluar dugaan keajaiban datang. Saya 'menang melawan kematian' pada waktu itu berkat do'a mereka semua. Saya sembuh dan kembali sehat. Mereka menangis haru.

Yah, seperempat abad usiaku ini mungkin takkan pernah ada andai saat itu ibu menyerah untuk berdo'a dan berhenti yakin pada kuasa Tuhan. Ia meminta hidup untuk saya sekali lagi. Bagi saya, ini kehidupan kedua. Kehidupan yang dihadiahkan Tuhan atas do'a tulus.

Terima kasih untuk ibu, yang karena do'anya memberikan kehidupan kedua untuk anak lelakinya. Entah bagaimana bisa saya membalas kebesaran hati ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.