Senin, 25 April 2016

Pinisi dan Panrita Lopi, Dua Makna yang Sulit Dipsahkan

Saya kembali berpijak di Bumi Panrita Lopi.

Entah kenapa selalu ada yang memaksaku untuk kembali datang. Di tanah ini harum hujan november tercium. Meski kutahu gelombang selalu saja pecah di tepian.

Para manusia tangguh berdendang mengirama, menghalau Pinisi menuju tepian. mereka selalu berkata "tidak" untuk mundur dari ganas gelombang.

Jika ada yang lebih kuat dari karang maka tekad mereklah yng mampu memecah gelombang bersama biduk- biduk yang ditunggngi.

Jika ada yang lebih pemaaf dari bukit pasir, tentulah hati kalian yang merelakan gelombang bergulung mengombang-ambingkan biduk tunggangan.

Pernah kubilang, suatu saat aku ingin kalian ajak menunggangi Pinisi. Sebagai simbol kemegahan tekad masyarakat Butta Panrita Lopi yang terkenal sampai eropa itu.

Tapi, kali ini saya memilih untuk bersandar di pantaimu. Menyaksikan senyum hujan bulan november mekar di ufuk barat. Menyaksikan senja berlarian bersama gelombang yang menggulung ke tepian.Dia pecah, berulang kali.

Saya akhirnya tersadar.
Biduk Pinisi itu tak sempurna. bagaimanapun jauhnya berlayar suatu saat akan karam juga. Ia hanya berusaha untuk terus bertahan menantang ganas gelombang. Tapi tekad mereka takkan pernah gentar meski Pinisi telah hancur disapu ombak.

Pinisi dan Panrita Lopi, kalian dua makna yang sulit dipisahkan yang entah kenapa selalu saja memanggilku untuk kembali kesini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.