Senin, 06 April 2015

PAULO FREIRE: POLITIK PENDIDIKAN KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBEBASAN




Apa yang dianggap oleh Paulo Freire sebagai permasalahan kemanusiaan dengan terjadinya penindasan dan jatuhnya harkat dan martabat manusia (dehumanisasi) harus dilawan sebagai bentuk kesadaran dari fitrah kemanusiaan (humanisasi). Proses perlawanan itu adalah dengan upaya melakukan pendidikan yang muaranya bertujuan untuk memanusiakan manusia. Disinilah bagi Paulo menjadi hakekat dari pendidikan itu, yakni membangun peradaban yang manusiawi, memanusiakan manusia (humanis). 
Dalam upaya mencapai hakekat pendidikan inilah yang mengalami degradasi nilai, baik nilai moral maupun nilai dari proses pendidikan itu sendiri. Sehingga pendidikan yang harusnya mampu membebaskan manusia dari belenggu ketidakmanusiaannya justru malah membuat manusia semakin terjebak dalam kondisi yang dianggapnya sebagai suatu hal yang memang seharusnya bisa didapatkan sebagai hasil dari pendidikan itu. Padahal, nilai dari itu semua hanyalah suatu nilai yang tidak mengantar manusia menjadi manusia.
Pendidikan yang ada selama ini dapat diandaikan sebagai sebuah ‘bank’ (banking concept of education) dimana pelajar diberi pengetahuan agar agar ia kelak mampu mendatangkan hasil yang berlipat ganda. Jadi, tujuan awal anak dididik adalah sebagai investasi dan sumber deposito potensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditi lainnya yang biasa kita kenal. Dalam tahap ini, anak didik diperlakukan sebagai ‘bejana kosong’ yang siap diisi, sebagai sarana tabungan atau penanaman ‘modal pengetahuan’ yang akan dipetik hasilnya kelak. Disini guru adalah subyek aktif, sedang anak didik adalah obyek pasif yang penurut. Pendidikan dalam tahap ini akhirnya bersifat negatif dimana guru memberi informasi yang harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan dihapalkan.

Akibatnya, manusia tumbuh menjadi individualistis dan kurang memerhatikan manusia lainnya utamanya manusia yang berada dalam starata sosial rendah. Mereka itu tak lain hanya dianggap sebagai buruh kerja yang melayani manusia lainnya. Disinilah terjadi ketimpangan sosial dan melemahnya peradaban manusia. Meskipun secara kasat mata bisa disaksikan kemajuan teknologi dan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Tujuan pendidikan yang seharusnya mampu membangun peradaban manusia mengalami permasalahan yang begitu serius dan menakutkan.

Permasalahan manusia hari ini disadari sebagai suatu hal yang muncul akibat ketidak tercapaiannya hakekat pendidikan itu. Dalam artian bahwa pendidikan menjadi hal yang begitu penting dalam upaya mewujudkan peradaban manusiawi, memanusiakan manusia. Kesadaran inilah yang menurut Paulo sebagai suatu hal yang harus digugat agar pendidikan itu mampu diarahkan dalam mengubah peradaban lebih manusiawi.

Adapun hal-hal yang menjadi penting dalam proses mengembalikan hakekat tujuan pendidikan  adalah dengan memerhatikan tiga hal dalam proses pendidikan itu.
1.      Pengajar (Peran Guru)
Guru dalam hal ini seharusnya mengambil peran sebagai seorang yang bijak, menggugah kesadaran anak didik untuk bisa melihat dunia (permasalahan) secara lebih luas. Guru harusnya menjadi ‘parnert’ anak didik dan tidak malah membuat anak didik dengan terpaksa harus memeroleh nilai bagus agar tidak dimarahi guru. Pentingnya peran guru disini menjadi amat jelas, karena disinilah manusia-manusia yang belajar, mencerna pengetahuannya. Dan pada tahapan ini anak didik akan lebih cenderung meniru sikap gurunya yang telah mengajarkannya pengetahuan. Sehingga jika guru tidak menjadi ‘parnert’ dan lebih menekankan pada nilai perolehan ketimbang pemamfaatan dari ilmu itu, maka peradaban yang akan diwariskan oleh anak didik adalah hasil duplikat ‘bank concept of education” dimana anak didik akan berkembang sebagai penghasil bagi investornya.
2.      Pelajar atau anak didik
Pelajar yang dimaksudkan adalah setiap manusia yang belum sadar atas hakekat kemanusiannya. Jadi bukan terbatas pada mereka yang mengecap pendidikan formal di sekolah-sekolah. Karena hal itu justru menjadi pemarjinalan bagi manusia lainnya. Utamanya mereka yang mengalami buta huruf.
Disini tentu membutuhkan kesadaran dari para manusia lainnya untuk mengambil peran sebagai guru dalam hal menyadarkan manusia lainnya. Pada kondisi ini menjadi tahap membangun peradaban yang bermartabat dan manusiawi. Dimana manusia secara bersama menyadari pentingnya proses pendidikan itu dalam hal mewujudkan peradaban manusia yang humanis.
3.      Realitas dunia
Hal yang perlu dijelaskan guru kepada anak didiknya adalah realitas dunia yang mengalami dehumanisasi. Sebuah dunia dimana banyak manusia menjadi tertindas dan manusia lainnya menjadi penindas. Kesadaran akan realitas dunia ini penting sebagai sebuah rangkaian yang tak terpisahkan agar manusia menjadi lebih manusiawi. Sadar akan realitas dunia dimana kebudayaan manusia mengalami kemunduran nilai karena berbicara tentang harga untung rugi, bukan pada mamfaat dan tujuan. Tentang realitas dunia yang mana sekelompok manusia saling meebut kekuasaan untuk menindas lainnya ataupun realitas dunia dimana yang miskin mengalami kungkungan hidup melayani yang kaya atau harus hidup tanpa dianggap sebagai manusia yang utuh.
Berangkat dari mengetahui realitas dunia inilah yang akan menjadi tahapan penyadaran bagi pengajar dan anak didik dalam melihat dunia dari persepsi yang ada sebelumnya. Dimana tujuan pendidikan dalam hal ini bukan lagi sebagai korban ‘bank concept of education’ melainkan menuju muaranya untuk memanusiakan manusia.

Masyarakat dan Pendidikan
 Pendidikan amat jelas sebagai satu-satunya jalan yang mutlak ditempuh untuk mewujudkan peradaban yang manusiawi.  Karena hanya dengan proses penyadaran itulah manusia bisa kembali menemukan nilai-nilai kemanusiaannya, menemukan betapa berharganya hidup sebagai manusia sehingga tak boleh mengabaikan kehidupan manusia lainnya yang ada. Dalam tahap ini manusia akan menyadari dirinya sebagai bagian yang tentu saling terkait satu sama lain dengan manusia lainnya.

Tak ada perbedaan strata sosial, ekonomi, pangkat ataupun jabatan. Bukan memandang rendah pada yang lain atau menganggap manusia lain superior sehinggan membuat dirinya menjadi tertindas. Tapi, menjadikan dirinya sebagai bagian dari peradaban yang memiliki peran penting bagi kehidupan manusia lainnya. Hidup untuk menjadi bermamfaat bagi manusia lainnya, hidup sebagai manusia yang memanusia.

Dalam pandangan Paulo Freire, pendidikan masyarakat harus diberikan pada buruh dan petani serta masyarakat yang strata sosialnya dipandang rendah agar mereka melek huruf. Kondisi melek huruf bagi Freire merupakan suatu hal penting untuk menggugah kesadaran. Pendidikan hanya akan bisa ditransformasikan pada mereka yang melek huruf. Dan pada tahap selajutnya masyarakat akan mampu mewujudkan konsientisasi – adalah upaya untuk mengubah kesadaran manusia agar bebas dari konflik sosial (penindasan) tanpa mengubah status sosial yang ada.- dalam kehidupannya.
  
Konsientisasi 

Jika kesadaran manusia sudah tergugah maka akan menjadi hal yang mudah untuk menyatukan mereka dalam satu persepsi menuju keharmonisan dan melupakan konflik antara penindas dan kaum tertindas. Karena beberapa peradaban manusia telah porak poranda oleh adanya aksi buruh yang menganggap dirinya tertindas dan dimamfaatkan saja oleh penindas. Jumlah mereka yang banyak membuat sebuah peradaban mengalami kekacauan yang berakhir pada jatuhnya korban.

Oleh karenanya, saat pendidikan masyarakat diarahkan kepada kesadaran realitas dunia menuju konsientinasi sehingga akan mewujudkan masyarakat yang berpradaban humanis. Dimana kaum penindas dan tertindas akan menuju satu bentuk saling pengertian, yang pada akhirnya akan menghilangkan persepsi tertindas dan penindas tadi. Dalam tahap ini mereka akan saling memahami dan mencintai seperti saudara, dan perbedaan dapat dilakukan dengan diskusi yang hangat atau dalam suasana santai.

Pada tahap inilah pendidikan mengambil perannya sebagai upaya memanusiakan manusia, mewujudkan peradaban yang humanis. Peradaban dimana manusia mengalami kesadaran tertingginya –sebagai manusia- dan mewujudkannya dalam lingkungan masyarakat tempatnya hidup. Peradaban yang menghargai kemanusiaan manusia lainnya dan saling menjaga martabat sebagai manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.