Aku dan Sederet Aksara
Kemanakah puisi pergi?
Deretan aksara yang biasa kurangkai di tepi malam, di sudut pagi yang masih ungu.
Di terik siang yang meninggi saat Matahari menggelantung liar disana.
Ternyata aku hampir melupakan menyusun deret puisiku.
Sebab, kau asbab puisi itu mengalir.
Kau adalah hulu dan puisi menjadi hilir yang menampungnya.
Tempat kata-kataku bermuara.
Namamu ada pada bibirku.
Pikiran tentangmu bersemayam dalam hatiku.
Lalu, dimana lagi aku perlu menulis?
Sabtu, 11 Maret 2017
Aku dan Sederet Aksara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar