Rabu, 07 Juni 2017

Amien Rais, Dia Juga Manusia Biasa

Amien Rais

Seorang bertanya, "Kak bagaimana pandangannya atas kasus yang menimpa Amien Rais?"

*saya terdiam.

Sebenarnya saya ingin menghindari untuk membahas ini. Tapi sebuah janji padanya dahulu bahwa akan menjawab setiap pertanyaannya maka saya harus memberinya jawaban.

Amien Rais, ketika dulu menjadi Mahasiswa S1 saya mengenalnya sebagai Bapak Reformasi. Ialah yang getol melakukan perlawanan terhadap orde baru. Kisahnya banyak diceritakan oleh senior sebagai patron perjuangan melawan kesewenangan. Pun demikian, tak sedikit yang menilai reformasi yang diusungnya masih setengah hati, jika tak mau mengatakannya gagal.

Ketokohan Amien Rais bagi saya sebenarnya sudah runtuh semenjak pada Pilpres 2014 lalu saat ia turun ke gelanggang politik membawa isu agama. Isu agama yang dibawanya diarahkan ke lawan membabi buta. Pernyataannya yang mendukung satu kubu dibanding kubu lainnya membuat ia menyamakan Pilpres 2014 laksana 'Perang Badar'. Sebuah penganalogian yang ironi, sebab kandidat yang bertarung sama-sama saudara muslimnya. Sementara 'Perang Badar' adalah pertempuran yang dilakoni Rasulullah bersama pengikutnya 313 orang melawan kaum kuffar yang mengancam membunuhnya. Bagaimana mungkin seorang Tokoh Bangsa melakukan hal demikian?

Belakangan, setelah Pilpres berlalu rupanya Amien Rais seakan menyimpan dendam rapat-rapat dalam dadanya. Kekalahan usungannya di Pilpres membuatnya tak selalu bijak memberi pernyataan dan bersikap. Dan puncaknya, ia kembali turun ke gelanggang politik ikut memanaskan situasi tanah air yang dirundung perpecahan saat menjelang Pilkada DKI. Ia kembali memperlihatkan kejatuhannya untuk bersikap bijak sekali lagi. Pak Amien Rais bagi saya sudah terlalu jauh membiarkan dirinya terbenam dalam gelanggang yang semestinya ia tak disana membawa isu agama.

Tapi itu adalah penilaian saya baginya di sisi lain.

Soal isu yang menimpanya belakangan ini kita tak boleh terlalu jauh mengambil kesimpulan. Biarkanlah pengadilan berproses untuk mengungkapkan secara terang benderang atas namanya yang terseret dalam kasus korupsi mantan Menteri Kesehatan itu. Setidaknya ia telah menunjukan sikap ksatria untuk mengakui kebenaran bahwa ada dana yang masuk di rekeningnya pada satu dekade lalu, meskipun membantah jika itu terkait dengan kasus korupsi proyek pengadaan yang menyeret Sang Mantan Menteri.

Hanya saja, satu hal yang perlu diingat untuk kita semua bahwa sebagaimana Amien Rais yang sebelumnya adalah seorang Tokoh bagi Bangsa, lalu berubah mengambil jalan turun ke gelanggan politik memainkan isu yang tak seharusnya dilakukan. Maka 'kemungkinan' uang yang diterimanya terkait kasus korupsi itu bukan sesuatu hal mustahil. Pak Amien pun manusia biasa yang juga tak suci dari dosa dan kekhilafan. Sebagaimana kita yang nyatanya juga tak bersih dari perilaku yang buruk.

Ada baiknya, kita tetap menunggu proses pengadilan untuk menunjukan apa ia terlibat secara sadar ataukah tidak. Dalam artian ia tak tahu menahu bahwa uang yang diberikan temannya terkait kasus korupsi sebagai balas jasa. Mungkin saja. Namun dalam posisi hukum positivisme penerimaan itu pun harus tetap dipertanggung jawabkan sekalipun ia tak benar-benar mengetahuinya. Tapi, semoga dugaan-dugaan yang bergulir tak menyeret namanya lebih jauh lagi.

Terkahir, bahwa meskipun bagi saya ketokohan Amien Rais telah runtuh. Ia tetap berhak membela dirinya di depan Pengadilan. Dan apapun hasil dari pembuktian yang ada, maka harus diterimanya sebagai konsekwensi menerima dana yang sumbernya 'mungkin' ia tak pernah tanyakan. Untuk saat ini, baiknya kita menunggu prosesnya berjalan. Asas praduga tak bersalah lebih baik kita ke tengahkan untuk memandangnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.