Senin, 02 Mei 2016

Hari Pendidikan Nasional: Meneropong Masa Depan Pendidikan Indonesia

Setiap tanggal 2 Mei sudah menjadi kesepakatan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hari itu diambil dari Hari lahir Ki Hajar Dewantara yang dikenal memiliki semangat besar untuk mendidik manusia di zamannya. Ia dengan segala upayanya bersama temannya mendirikan National Onderwijs Institut Taman Siswa, dikenal sebagai Sekolah Taman Siswa. Ini dianggap sebagai cikal bakal sistem pendidikan di Indonesia.

Ing ngarsa sung tulada "(yang di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (yang di tengah membangun kemauan/inisiatif), Tut wuri handayani (dari belakang mendukung). Dikenal sebagai Patrap Triloka.

Hanya saja, saat ini konsep pendidikan yang ada telah bergeser jauh dari yang seharusnya. Patrap Triloka tak lagi menjadi kompas pengarah dalam dunia pendidikan kita. 'Semua berubah setelah negara api menyerang', seperti ungkapan populer itu. 'Negara Api' adalah keserakahan yang membakar jiwa manusia yang berkecimpung di dunia pendidikan. Mereka tak lagi bertujuan memanusiakan manusia, Tapi lebih kepada mencetak klasifikasi yang dibutuhkan untuk jadi pekerja.
Para peserta didik lebih diarahakn untuk pandai berhitung, pandai mengukur, menghapal aksioma, rumus baku dan teori-teori yang ada. Anak-anak dianggap hebat jika di rapornya berjejer angka yang tak merah. Tanpa peduli sejauh mana moralitas yang dimilikinya.

Parahnya, ini melanda persepsi masyarakat umum. Anak-anak dianggap pandai (dan akan sukses di masa depan) jika pandai matematika, bahasa inggris, fisika, ekonomi dan sederet bidang ilmu lainnya. Dan itu harus dibuktikan dengan nilainya di sekolah.

Bermunculanlah sekolah-sekolah yang dikomersialisasi. Kapitalis melihat pendidikan sebagai komoditi. 'Disaster of Certificate' melanda sebagai badai yang mendeskreditkan kemanusiaan. Hanya yang bersetifikat (ijazah) yang dianggap kapabel. Tanpa peduli bagaimana moral yang dimiliki mereka.

Kejadian baru-baru saat seorang siswa SMA berani membentak seorang Polwan di Medan menjadi satu bukti bahwa sekolah tak menjamin moral kemanusiaan. Siswa teralienasi dari menjadi manusia bermoral. Mereka seakan terpenjara di sekolah dengan bejubel mata pelajaran yang semua mesti dikuasai. Padahal setiap manusia punya ketertarikan sendiri-sendiri pada sesuatu yang berbeda. Manusia memiliki passion masing-masing. Atau contoh yang sering terjadi adalah anggota DPR yang tak menunjukkan perilaku orang berpendidikan. Padahal mereka adalah lulusan sarjana yang secara sadar ingin mewakili kepentingan rakyat. Tapi nyatanya moralitas tak mereka dapatkan di bangku sekolah dan kampus. Mereka masih saja rakus, mengurusi dana untuk dikantongi walau harus terus membohongi.

Yah, rasanya akan begitu banyak hal yang menjadi catatan-catatan di dunia pendidikan kita. Guru yang malas mengajar, dosen yang lebih suka urus proyek, mahasiswa yang sibuk tawuran, siswa yang sibuk nonton sinetron, orang tua yang sibuk menitipkan anaknya untuk dididik sekolah tanpa memberi perhatian di rumah. Sangat banyak hal.

Lalu bagaimana? akankah Hari Pendidikan Nasional berulang sebatas upacara yang wajib diikuti insan dinas pendidikan saja. Sebagai bagian dari rutinitas belaka, tak ada upaya berubah untuk mengembalikan yang seharusnya dan mengusir negara api yang menyerang itu.

Kalau begitu mari kita kembali merenungkan apa yang disebutkan Aristoteles. Bahwa PENDIDIKAN ADALAH MEMANUSIAKAN MANUSIA. Sebuah konsep yang disadur dan dikembangkan sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia disebut Patrap Triloka. Pendidik harus berada di depan untuk memberikan teladan, membaur bersama untuk mencipta inisiatif dan mendorong untuk terus maju.

Pendidikan adalah keteladanan untuk menjadikan manusia sadar sebagai manusia.  Dan itu adalah tanggung jawab bersama manusia. Di indonesia, kemajuan pendidikan harus diwujudkan bersama-sama, bukan hanya menyerahkannya pada Pemerintah, apalagi pihak swasta yang mengkomersialisasikannya.

(SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.