Minggu, 09 November 2014

Boleh Mengosongkan Vs Penghapusan kolom Agama di KTP


(Sebenarnya saya menganggap isu ini tak perlu saya komentari lantaran ini cukup jelas redaksi katanya.) Hanya saja, di 'beranda Facebook' saya muncul beberapa postingan yang setelah saya cermati merupakan kegagalan pemahaman atas redaksi kata 'boleh mengosongkan'. Hal itu malah ditafsirkan bahwa akan terjadi 'penghapusan kolom agama'.

Berbagai cibiran pun muncul dari mereka yang sepertinya begitu emosional terhadap setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dan Kabinet Kerjanya. Dan tentu saja mereka teridentifikasi pendukung Kubu sebelah pada Pilpres lalu. Dan rupanya mereka masih saja memperlihatkan kecendrungan 'menyerang' lawan politik yang sudah sah jadi pemerintah untuk 5 tahun akan datang.
Ada yang menulis bahwa 'penghapusan kolom agama' (ini gagal paham, karena bukan penghapusan tapi pengosongan yang sulit mereka bedakan) menganggap akan ada upaya pengkafiran karena menghilangkan identitas agama kita (utamanya Islam) di KTP. Ada yang bilang bahwa kita harus bangga dengan identitas keislaman sehingga harus benar mencantumkannya dalam kartu identitas. Bahkan sampai ada yang menyatakan bagaimana kalau saya meninggal di tengah jalan tanpa ada yang tahu kalau saya muslim dan akhirnya mayatnya dikremasi atau memakai pemakaman tidak dengan cara islami. Akan terjadi pernikahan beda agama dan segala macam ketakutan-ketakutan yang terlalu dibuat-buat.'


Nah, sekarang saya ingin menjelaskan kepada mereka ini bahwa cetmatlah sedikit membaca redaksi dari sebuah kalimat. Jangan mengikuti emosionalnya ataupun orang yang anda 'kultuskan' semacam ustadz ataupun tokoh yang premature itu. Karena bila kalian (red: mereka) ini mau mencermati maka pasti bisa memahami maksud dari MENDAGRI tentang boleh pengosongan kolom agama. Artinya hal ini adalah dikhususkan bagi orang-orang yang juga Warga Negara Indonesia (WNI) untuk tidak dipaksakan memilih dari 6 agama yang diakui saja sementara keyakinanya tak diliputi ke 6 agama itu. Sehingga upaya pengosongan itu adalah sifatnya sementara sampai adanya undang-undang baru yang bisa mengakomodir keyakinan tadi dalam administrasi negara sehingga memberikan pilihan pada mereka.

Lagipula, bagi mereka yang sudah punya Kartu Tanda Penduduk (KTP) tak perlu mengosongkan kolom agama karena itu sudah diakomodir negara. Sehingga tak perlulah anda resah kehilangan identitas keIslamannya karena negara juga tak melarang anda untuk menuliskannya jika memang benar anda mau mengaku beragama islam.

Hanya saja, saya tetap ingin mengomentari tentang apa yang mereka sebut sebagai 'identitas agama yang harus bangga dituliskan'. Pertanyaan saya sederhana, kalau memang bangga dengan islam kenapa tidak ditunjukkan dengan perilaku yang baik dan sesuai ajaran dan tuntunan Rasulullah Saww? (Bukankah di masa Rasulullah tak ada Kartu identitas apapun yang dipakai?). Terus tentang upaya 'pengkafiran' yang dipaksa untuk dikorelasikan dengan tidka tercantimnya kolom agama pada KTP. Begitu tkutnyakah mereka itu tidak diakui islam? Dan sebegitu lemahnyakah memang akidah mereka sehingga menganggap mereka akan kafir lantaran tak dicantumkan agamanya di KTP? (Jika demikia, bagi mereka yang takut kafir jika tak mencntumkan agamnya di KTP maka saya akan menyarankan mereka untuk membut papan nama yang besar untuk diklungkan pada leher mereka yang menjelaskan kalau mereka islam. Bahkan kalau mereka perlu saya akan berusaha membantu membuatkan papan anam seperti itu untuk mencegah mereka dari kekafiran karena lemahnya akidahnya).

Nah, bagaimana pula kalau misalkan kebanggan yang dimaksud itu dicek di penjara-penjara dan tempat kumuh di negeri ini? (Bukankah kita akan menemui bahwa hampir 100% dari mereka yang melakukan kriminal tercantum di KTPnya agama islam? Terus mereka yang miskin itupun demikian. Lalu apakah pernah kalian sungguh-sungguh bertanya pada yang miskin dengan agama islam di KTP itu tenyang seberapa bangga mereka dengan islam yang katanya saling bersaudara satu sama lain? Dan kenyataannya kita yang mengaku bangga dengan islam telah benar-benar melupakan saudara seislamnya sendiri dalam penderitaan. Labtas dimana letak kebanggaan itu?)

Berikutnya, ketakutan mereka yang mengandaikan mati di tengah jalan. Sebenarnya mereka ini menggemaskan lantaran cara berfikirnya teramat sederhana dan pendek. Memangnya kalau ada orang yang mati di tengah jalan langsung dimakamkan begitu? Tanpa dicari keluarganya atau paling tidak dilaporkan ke Polisi untuk didentifikasi? Bahkan kerbau saja yang mati ada yang diidentifikasi dan dicari tahu penyebabnya apalagi manusia. Kecuali mungkin jika yang menemukan mayatnya ini adalah suku kanibal yang langsung memakannya. Tapi apakah ada suku kanibal di tengah perjalanan yang mereka lewati itu?

Sudahlah. Persoalan anda bangga dengan agama anda silakan. Toh, disini bukan tentang penghapusan kolom agama tapi boleh mengosongkan bagi warga yang tidak terakomodir dalam 6 agama resmi. Lagipula tak ada jaminan bagi kita yang mencantumkan agama di KTP lalu 'bebas tes' masuk syurga.
Olehnya, wahai mereka yang bangga dengan agamanya. Silakan wujudkan kebanggan itu dengan sikap yang baik dan mengikuti tuntutan ajaran Rasulullah Saww. Bukan dengan hanya mencantumkannya di KTP lalu seenaknya berterik 'takbir' untuk menakuti orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.