Kamis, 12 November 2015

Kau adalah Sajak yang Tak Henti Bernarasi

Bila kuharus mengisahkanmu, maka aku akan menukiskanmu sebagai sajak-sajk yang akan terus beriringan tanpa jedah. Hanya ada spasi sebagai jedah, tanpa pernah ingin berhenti.

Kau adalah Oase di padang tandus atau selayaknya hujan di kemarau. Aku adalah benih yang lahir dari air matamu di tengah padang saat kemarau.

Kau juga kusebut sebagai jingga senja yang melewati detik waktu hingga kemerahan di langit ufuk barat. Selalu membawa rindu untuk melihatnya datang memerah bersama keindahan.

Kau juga adalah gelombang yang terus saja berani menantang pantai walau tahu akan pecah di tepian. Gelombamg yang akan terus saja datang berulangkali sekedar untuk menyampaikan kerinduan dan menghapus jejak tapak pada pasir.

Kau adalah bagian, yang darimu aku datang. Kau adalah Aku di waktu yang lain, dalam banyak hal yang aku belajar mengerti.

Terima kasih atas hidup yang telah dipersembahkan untuk menjadikan sebuah bangunan sebagai tempat untuk selalu kembali. Tempat untuk mengobati luka pada rindu yang menggerogotinya. Tempat untuk membasuh air mata saat dunia menjadi begitu amat memuakkan. Itulah rumah yang dimana kau, tiga orang perempuan dan aku hidup dalam naungan kasih Tuhan.

Tetaplah sebagai sajak yang tak pernah berhenti bernarasi. Sebagai oase yang terus menghapus dahaga atau sebagai hujan yang datang di kemarau.
Seperti, selaknya jingga, ombak, atau apapun yang membuatmu begitu berarti.

Dan jika ada rangkaian kata yang harus kuucapkan padamu hari ini adalah "terima kasih untuk telah menjadi ayah bagi kami. Menjadi suami dan menjadi Guru yang hebat buat kami. Semoga atas itu, Tuhan selalu memberkati atas usia dan sisa umur yang ada.

Salamun qaulam mirrabbi rahim.
#SpesialThankForMyFather #panjangumurmuuntukterusberbakti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.