Jumat, 06 November 2015

Apa Jadinya, Lelaki Penikmat Hujan di Tengah Kemarau Panjang?

Saya menyebut diriku lelaki pecinta hujan. Mungkin dianggap sekedar pengakuan sendiri, tapi memang saya sangat mencintai hujan. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk menikmati rintik iramanya yang mendenting jatuh di atap bangunan atau di atas tanah.

Saya bahkan seringkali sengaja berbasahan saat hujan turun sambil berkendara. Ini agar tidak terlalu dipandang kekanakan jika hanya langsung berlari bertelanjang kaki sambil teriak kegirangan di bawah hujan seperti saat kecil dahulu. Rasanya sangat menyenangkan merasakan air yang jatuh dari langit itu langsung mendarat di kulit wajah.

Tapi, kemarau yang panjang kali ini membuat hujan betah untuk tidak jatuh. Padahal seharusnya saya sudah bisa menjumpainya seperti jadwal janji yang sudah saya tuliskan. Ada banyak hal yang sudah saya rencanakan untuk melewatinya bersama hujan. Tapi hujan tetap menahan diri untuk tidak segera jatuh.


September dan Oktober sudah berlalu. Memasuki November hujan baru menitih, seakan menjadi tangis yang tak bisa dibendungnya. Lelaki pecinta hujan masih saja menunggu melihat di balik mata jendela berharap hujan tiba-tiba jatuh di luar sana. Tapi, sampai november hari ini hujan belumlah lagi jatuh. Pecinta hujan masih tabah menanti, beriring harapan yang terus dimunajatkan agar hujan segera datang.

Mungkinkah hujan ada resah hingga ragu-ragu untuk menyapa?
Jatuhlah hujan, hapuskan rindu yang membelenggu pada lelaki pecinta hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.