Jumat, 12 Desember 2014

Mengucapkan Natal; Itu Tidak Haram

Sedikit tergerak oleh adanya fatwa pengharaman oleh sekelompok Ulama yang kemudian dijadikan rujukan oleh banyak penganut agama muslim tentang mengucapkan selamat natal. Bahkan sebuah potingan dialog percakapan yang paling seting dimunculkan adalah membandingkan dua kondisi yang tentu sangat berbeda dan menggelitik hatiku untuk menanggapinya.

Bagiku dua kondisi yang disalahpahamkan (dianggap dua kondisi yang sama) oleh penulis potongan dialog itu, penyebar dan yang ikut membenarkannya adalah sebuah 'ketergelinciran intelektual'. Bagaiman  mungkin sebuah ucapan selamat (selamat hari natal) disandingkan dengan ucapan persaksian terhadap keyakinan (kalimat syahadat)? Ini tentu sangat jauh berbeda. Mengucapkan selamat adalah bahasa sapaan untuk menjadi ramah dan menghormati orang lain. Misalkan 'selamat malam, pagi, sore'. Yah, meskipun ucapan natal memang sering dikaitkan dengan kondisi teologi umat agama lain tapi tidak serta merta orang yang mengucapkan itu adalah membenarkan teologi umat lain.


Ada banyak hal yang bisa dijadikan niatan dalam mengucapkan natal. Selain menghormati umat lain, juga bisa dijadikan penyebar dakwah bahwa kita umat islam memberikan selamat atas kelahiran Nabi Isa Al Masih As (Yesus Kristus) sebagai manusia pilihan yang menerima titah Tuhan untuk manusia di zamannya. Sebagaiman umat kristiani meyakini natal adalah kelahiran Yesus Ktistus. Lagi pula tidak semua teologi umat kristiani meyakini Yesus sebagai anak Tuhan, melainkan juga sebagai utusan.

Maka, apa yang dibandingkan antara mengucapkan natal dengan mengucap syahadatain adalah dua entitas yabg sangat tidak bisa dibandingkan. Ucapan selamat natal bisa dibandingkan dengan ucapan maulid Nabi. Syahadatain hanya bisa dibandingkan dengan sumpah saat pembaptisan dalam teologi kristen. Dan tentu saja itu menyangkut hal persaksian, dan ini jelas memang tidak bisa dilakukan.
Tapi, ketika sekedar mengucapkan selamat atas kelahiran Yesus yang juga Isa Al Masih As merupakan sesuatu yang menurut saya diperlukan. Bagaimana 'tidak', kenyataannya adalah Isa Al Masih As sendiri bersaksi dan berucap menyelemati kelahirannya. QS. MARYAM ayat 33 "Dan kesejahtreaan semoga dilimpahkan atasku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku dan hari aku dibangkitkan hidup kembali". Jadi apakah kita tidak ingin menyelamati kelahiran seorang utusan yang mampu berbicara ketika ia masih memerah bayi? Sementara dirinya sendiri menyelamati atas kelahirannya?

Jika alasannya adalah aqidah akan terganggu dan menjadi sama dengan orang yang mengucapkannya. Maka aku akan lebih merasa geli terhadap aqidah keislaman mereka yang akan rusak hanya karena persoalan mengucapkan natal. Padahal itu menjadi sebuah anjuran bagi kita menyelamati kelahiran Isa Al Masih As sebagai sebuah berkah atas datangnya ke muka bumi. Kecuali jika orang demikian benar-benar berniat menganggap mengucapkan selamat atas kelahiran Isa Al Masih As sama dengan mengucapkan selamat atas kelahiran Tuhan. Maka, justru siapa yang ingin memoertegas bahwa Isa Al Masih adalah anak Tuhan?

Bagiku Yesus Kristus bukan hanya miliki satu umat saja. Tapi dia milik seluruh manusia yang meyakini kekuasan Tuhan dan meyakini keRasulan Al Masih yang lahir dari rahim perawan. Sekali lagi, mengucapkan natal adalah sangat berbeda dengan mempersaksikan bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Kecuali jika anda benar-benar meniatkannya. Karena Isa Al Masih As adalah Nabi yang kelahirannya perlu diselamati sebagai suatu bentuk rasa syukur atas kuasa Tuhan.

Tak perlu takut, Tuhan bukan seperti Ulama yang menganggap mengucapkan natal adalah mengakui bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Tuhan akan selalu tahu niat hambanya, apakah yang diverbalkan ataupun masih dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.