Selasa, 07 Agustus 2018

Interpretasi Perang Badar Ala Jokowi, Perlawanan Saat Musuh Datang

Interpretasi Perang Badar Ala Jokowi, Perlawanan Saat Musuh Datang


Perang Badar yang dilakukan Nabi Muhammad Saww di masa awal membawa risalahnya adalah sebuah perlawanan terakhir saat tak ada pilihan untuk lari. Tuhan yang selalu mengajak manusia untuk hidup dalam damai melalui utusannya, pada satu titik tertentu membolehkan melakukan perlawanan. Perang Badar adalah contoh, bagaimana saat Nabi telah menghindari konfrontasi fisik dari musuh-musuhnya. Baginda bersama pengikutnya malah mencoba untuk beranjak dari Mekkah ke Madinah, peristiwa ini dikenal dengan Hijrah. Bersama kaum muhajirin Nabi menghindari musuhnya. 

Tapi kenyataannya, sebagaimanapun Nabi mencoba menghindar. Para musuh terus saja mengusik, memfitnah dan ingin mencelakai Nabi. Puncaknya para musuh bersatu dalam ribuan pasukan untuk menyergap Nabi. Dalam kondisi ini, saat tak ada lagi pilihan untuk lari, maka akhirnya diperbolehkan untuk melawan musuhnya. Meski dengan hanya 313 pasukan, dengan pertolongan Tuhan perang dimenangkan. Itulah perang badar. 

***
Nah, belakangan malah muncul orang-orang seperti Neno Warisman yang mengampanyekan tagar 2019 Ganti Presiden dan mengibaratkannya seperti perang badar. Ia mencoba membakar semangat pejuangnya untuk membara memenangkan pilpres. Bukan kali ini saja, Amien Rais pun pernah memakai istilah perang badar saat menganalogikan Pilpres yang dimana ia ikut menjadi Tim Pemenangan. Bahkan lebih parah, AR menyebut Partai di kubunya sebagai Partai Islam dan di luarnya Partai Setan.

Tapi semua baik-baik saja bagi kelompok sebelah. Mereka tak ada yang protes penggunaan istilah perang yang ingin mengalahkan musuh serta klaim kubu sebagai yang paling benar.

Hal yang paling saya ingat dan paling lucu pada 2014 silam adalah anggapan bahwa mereka kubu paling beriman dan benar. Mereka bilang bahwa Tuhan akan memenangkan kebenaran, Tuhan selalu bersama orang-orang baik yang berjuang di jalannya. Kenyataannya, Jokowi-JK menang pada 2014 silam. Lantas apakah do'a mereka terkabul? Bagi mereka mungkin saja Tuhan keliru saat yang menang adalah yang dianggap musuh.

Tak hanya disitu, bahkan mereka suka membawa analogi lain. "Kalau hanya membangun, maka Fir'aun pun membangun". Kira-kira apa maksudnya ini? Ditambah lagi tuduhan-tuduhan rezim yang dianggap memusuhi islam padahal dekat dengan pesantren. Dianggap memusuhi ulama padahal takzim pada ulama sampai diundang ke istana.

Tapi, kenyataannya memang semenggelikan itu. Di saat pak Jokowi menginterpretasikan makna perang badar. "Jangan mencari musuh, hindari fitnah, jangan sebar hoax. Tapi (kalau segala upaya itu sudah dilakukan, namun musuh tetap saja mengusik) kita juga harus berani melawan. Jangan lari". Jadi bukan mengajak atau memprovakasi sebagai mencari permusuhan. Bukan. Itu hanya sekadar ajakan bertahan. Sebab di tengah derasnya api fitnah, kita harus melawan mereka agar tidak membakar lebih banyak lagi akal-akal sehat masyarakat. 

Terakhir, jika pernyataan Jokowi berikut dianggap provokasi.

"Jangan membangun permusuhan, jangan membangun ujaran-ujaran kebencian, jangan membangun fitnah-fitnah. Tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang lain. Tapi kalau diajak berantem juga berani."

Bagaimana dengan pernyataan Neno Warisman dan AR yang merepresentasikan diri sebagai kubu yang benar dan lawannya (Kubu Jokowi) musuh islam? Apakah mereka mengabaikan banyaknya ulama di kubu Jokowi? Dengan apa kalian menganggapnya? Proposalkah? Atau proyektor? Itu jelas PROVOKASI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.