Selasa, 19 Juli 2016

Pokemon Go, Jonru dan Sebuah Anomali

Pokemon Go, Jonru dan Sebuah Anomali

Menjadi marak postingan tentang Pokemon Go, game yang baru saja rilis awal bulan ini. Sebuah fakta mencenangkan bahwa belum sebulan sudah dimainkan puluhan juta orang di seluruh dunia. Termasuk Indonesia.

Kenapa akhirnya saya merasa perlu menanggapi ini. Hal itu dikarenakan tersebarnya postingan dengan asumsi-asumsi yang tak terkira mengenai game ini. Ada yang menyebarkan bahwa 'Pokemon artinya Saya Yahudi dalam bahasa Syriac' ataukah sebuah analisis dari seorang yang mengaku dekan fakultas psikologi di Universitas di Jogja. Bahkan sampai dikaitkan bahwa ini menjadi sebuah agenda inteligen untuk menangkap citra suatu wilayah. Katanya.

Lalu, apa hubungannya dengan Jonru?
Iya, saya menyerempet nama itu. Sebuah nama yang tentu pernah kita temui di media sosial belakangan ini semenjak Pilpres 2014. Meskipun saya tidak mengikuti fanpage ataupun akun media sosial miliknya, tapi saya biasa mendapati postingannya berseliweran di beranda saya dibagikan oleh teman-teman yang jadi fansnya. Ada juga yang membagikannya sekedar untuk jadi hiburan atas 'kemaha tahuan jonru'. Ya, dia maha tahu hampir semua persoalan di dunia ini. Kemaha tahuan itu menjadi tenar, mengingat dia hanya seorang penulis buku 'lelaki di seberang jendela' atau 'cara sukses jadi penulis' serta trainir penulis yang dihadiri puluhan (ribu) peserta ketika itu. Selain itu, dia juga rupanya endorse produk melalui fanpagenya. Tak tanggung-tanggung, semua produk bisa diiklankan disana, termasuk produk cina yanh sering negaranya sering dihinanya.

Saya menyeret nama Jonru kesini, lantaran adanya kemiripan dalam pola penyebaran menyangkut Pokemon Go ini. Ada pola 'kemaha tahuan' disana. Bayangkan saja, Seorang Psikolog (meskipun menurut sumber ini tidak valid jika dia benar dekan Fakultas Psikolog) memberikan analisis teknologi yang menyangkut misi intelejensi. Sangat hebat sepertinya jika kita sekikas membacanya. Tapi, jika dicermati maka kita bisa bertanya, bagaimana bisa seorang psikolog membahas mengenai misi intelejensi yang menyangkut teknologi?

Pertahanan Negara.
Saya yakin di setiap negara ada bidang kementerian (atau apalah namanya di negara lain) yang fokus pada persoalan pertahanan negara. Termasuk serangan dalam bentuk cyberg. Saya berpikir, apa 'iya' Tim Cyberg Militer (Pertahanan) setiap negara tak mampu membaca misi intelejensi (seperti yang dianalisis 'Sang Dekan') seperti itu. Malah orang awam (saya menyebutbya awam karena spesialisasinya adalah Psikolog, bukan Ahli Teknologi) yang menganalisis sedemikian dalam. Mungkinkah ada kerjasama Cyberg Militer setiap negara dengan Pemilik Game 'Pokemon Go' ini?. Sangat lucu, bukan? Seorang Psikolog berbicara sistem intelejensi dan langsung dipercaya oleh netizen lalu disebar beramai-ramai penuh percaya diri. Ini sangat Jonruis namanya.

Bagaimana lagi, Pokemon artinya 'Saya Wahyudi"? Helooooo... Ini juga langsung disebar beramai-ramai. Seakan kita lupa untuk berpikir dan merenungkan. Apa benar Pokemon yang merupakan kepanjangan dari 'Pokect Monster' itu berarti 'Saya Wahyudi"? Mengingat bahwa nama Pokemon ini rilis sudah sangat lama. Bahkan ini film kartun kesukaan saya dahulu. Kenapa bukan dari dulu yah makna Pokemon ini diteliti. Apalagi, buat apa coba ada peneliti bahasa yang mau habiskan waktunya hanya untuk sebuah kata yang hampir semua orang di dunia sepakat bahwa itu hanya sebuah akronim "Pocket Monster"?. Lagi-lagi, ini sangat jonruisme.

Melihat banyaknya info negatif yang menyerang 'game' ini maka barangkali benar bahwa kita bisa mengambilnya sebagai pertimbangan. Tapi, bukan karena sebuah ilusi melarang karena bahsa syriac mengartikannya sebagai 'Saya Wahyudi' atau sebuah analisis (kaum awam) yang mengatakan agenda itelejensi yang belum terbukti. Saya akan menerima pelarangan itu jika dikatakan berbahaya karena membuat kecelakan di jalan akibat tidak fokus dan segala macamnya yang berhubungan dengan memberi kesempatan terjadinya tindak kriminal. Atau karena akan menggeser nilai budaya dan segala macamnya. Itu alasan yang logis.

Sebuah Anomali...
Game ini bagi saya sebuah anomali. Dimana selama ini sebuah game dibuat untuk membuat para 'gamer' berdiam diri di suatu tempat berlama-lama untuk bermain. Membuatnya menikmatinya sendiri di rumah, di warung internet, game center atau di rumah. Kita jadi malas bergerak dan beranjak dari tempat bermain.

Tapi, Pokemon Go ini menjadi sebuah anomali dimana 'memaksa' para 'gamer' berjalan keluar rumah untuk mencari titik yang ditandai melalui peta spasial jalan. Gamer harus berjalan ke radius titik itu untuk memperoleh aitem ataupun melatih Monster yang (telah) dan akan ditangkap. Berdiam diri di suatu tempat sama artinya tidak memainkan game ini.

Tak hanya itu. Game yang ada sebelumnya cenderung membuat pemain asyik sendiri dan makas sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Tapi 'Pokemon Go' seakan memaksa kita untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang baru di luar rumah, di taman, di halaman masjid, gereja dan tempat lainnya. Ini bagus untuk pertumbuham mental sosial. Karena menurut sebuah penelitian bahwa bermain game itu membuat seorang lebih menyukai kesendirian dan sepi. Tapi ini mendobrak kebiasan itu.

Terakhir, bahwa menjadi hal yang wajar saat ada yang merasa terganggu dan menolak game ini di tengah banyaknya orang yang merasa senang memainkannya. Itu bukan kesalahan bahkan jika mereka yang tak suka ingin melarangnya. Hanya saja, menolak game ini dengan alasan "Saya Wahyudi" atau "Misi Intelejensi" yang tidak terbukti menjadi sesuatu yang kurang 'fair'. Apalagi sampai menyatakan bahwa permainan ini adalah 'Pokemon Go (blok)'. Karena rasanya tak ada orang yang begitu go (blok) mau membangun game ini selama 20 tahun (menurut pengakuan pembuatnya). Ini hasil penelitian menggunakan analisis spasial ruang.

Tambahan, bahwa pada kesempatannya kita akan mengerti bahwa antara yang membuat, menerima dan menolak game ini akan ada hubungannya dengan bisnis. Bisa jadi mereka menolak karena game ini menjatuhkan ketenaran game (bisnis) lainnya. Dan kita yang menikmatinya karena merasa senang atas permainan ini. Dan kesenangan itu kadang memang membutuhkan biaya untuk menikmati, kita semua tahu itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.