Senin, 03 September 2018

Di Matanya, Jokowi Harus Tetap Salah

Jokowi Harus Tetap Salah
Pembukaan Asian Games pada 18 Agustus 2018 lalu yamg spektakuler tak ikut membuatnya bangga, meskipun banyak masyararakat Indonesia dan di berbagai belahan dunia mengelu-elukan hal ini. Jokowi salah, hadir di pembukaan Asian Games di tengah korban gempa di Lombok. Seperti itu pikirnya. Jokowi tak berempati untuk lombok, menurutnya. Padahal Bapak Jokowi sudah beberapa kali secara langsung ke Lombok sebelum pembukaan Asian Games berlangsung.
Penutupan Asian Games 2018 yang berlangsung pada2 September 2018, Bapak Jokowi tidak hadir. Beliau lebih memilih untuk ke Lombok, NTB. Tujuannya apa? Mengadakan nonton bareng penutupan Asian Games bersama warga lombok terdampak bencana gempa. Harapannya sederhana, semangat Asian Games, semangat sportifitas yang selalu bangkit meskipun terjatuh ingin ditularkan. Semangat 'Energi of Asia' yang memenuhi Stadion Gelora Bung Karno (GBK) ingin ditularkan kepada masyarakat Lombok yang lagi dirundung bencana. Saya membacanya, Bapak Jokowi ingin menyampaikan bahwa kita harus tetap semangat meskipun mengalami tragedi. Seperti Para atlit yang telah berjuang untuk selalu bangkit.
TAPI. 
Bagi mereka Jokowi harus tetap salah. Ketidak hadirannya di GBK untuk menutup Asian Games dianggap sebagai pelarian karena takut menggunakan bahasa inggris. Jokowi dianggap ngacir. Selain itu video berdurasi beberapa menit di tengah kerumunan warga di bawah tenda darurat, dianggap percintaan tanpa empati ke warga Lombok. Jokowi sekali lagi dianggap hanya pencitraan belaka.

Kenapa baru sekarang ke Lombok pada saat penutupan Asian Games? Cecarnya.
HEHEHE. 
Mari kita tersenyum.
Perhatikan, selepas acara pembukaan Asian Games yang meriah. Mereka berbondong-bondong mencaci Bapak Jokowi karena hadir di GBK membuka acara di saat warga Lombok sedang dirundung duka. Mereka ingin Bapak Jokowi tidak di GBK, tapi seharusnya di Lombok. Dan pada penutupan Asian Games, Jokowi tengah berada di Lombok tidak di GBK. Kemudian apakah mereka mengapresiasi positif? TIDAK. Sebab Jokowi memang harus selalu disalahkan.

***
Mungkin diantara kita ada yang berpikir, betapa sulitnya menjadi seorang Jokowi. Tak pernah benar di matanya. Tapi mungkin mereka bagian dari kaum feminin yang akut, di matanya 'lelaki selalu salah' tak peduli apa yang dilakukan. Nyatanya di Negeri ini tak hanya perempuan yang jadi feminin yang akut. Yah, itu mungkin pemikiran sebagian kita.
Hanya saja, saya melihat Jokowi paham bahwa sebagaimanapun usahanya melakukan yang terbaik, semua orang pasti tidak akan setuju. Itu rumus dunia. Tuhan saja yang jelas kuasanya kadang dibantah. Apalagi manusia.
Jadi, apapun yang dilakukan Jokowi akan selalu berlaku salah dimatanya. Karena di matanya masih tersimpan selaksa peristiwa. Dan itu hanya bisa didapatkan jawabanya pada rumput yang bergoyang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacalah, kemudian menuliskannya kembali. Buatlah sesuatu untuk dikenang.